English English Indonesian Indonesian
oleh

Kerajaan Gowa: Peperangan, Cinta, dan Pengungsian Terekam dalam Novel Gadis Portugis Karya Mappajurungi Manan

Momo yang memetik kecapi dengan diiringi syair tentang La Galigo menyelesaikan cerita dan petikannya. Dari syair yang dilantunkan oleh Momo dengan iringan petikan kecapi berkaitan dengan kisah La Galigo, hal ini kemudian mengingatkan pada kisah La Galigo dalam novel Lontara karya Windy Joana. Di dalam novel tersebut La Galigo dikisahkan sebagai seorang penulis karya sastra dunia epos La Galigo yang sedang berada di Museum Universitas Leiden. La Galigo membantu To Manurung, Mabello Cantika Kalingga, dalam menuliskan kisah yang sempat terpotong, namun kesamaan dengan novel Gadis Portugis ini La Galigo masih dikisahkan sebagai lelaki yang suka dengan sabuk ayam. Hal itu sangat menarik untuk melihat atau mengetahui kehidupan La Galigo versi aslinya.

Momo dan Karaeng Caddi pun kembali ke Masjid Tuang Guru Abdul Fattah. Tiba saatnya Karaeng Caddi beserta pengikutnya kembali ke Pallangga dengan menumpangi kapal besar menuju Tanjung Bira. Sesampainya Karaeng Caddi di pantai Tanjung Bira, rupanya wilayah tersebut telah porak-poranda karena Belanda dan sekutunya telah membumi hanguskan rumah, kapal, dan hasil bumi warga. Pertempuran akbar dimulai, dari Tanjung Bira, Bantaeng, Pallangga, Sombaopu dan sekitarnya diserang habis-habisan oleh meriam Belanda dan Sekutu. Kekacauan yang terjadi antara kerajaan Gowa dengan Belanda membuat Sombayya Sultan Hasanuddin mengambil keputusan untuk berdamai dengan Belanda dan sekutunya. Perjanjian Bongaya ditandatangani oleh Sombayya Sultan Hasanuddin, namun hasil tanda tangan tersebut mendapat pertentangan dan kekecewaan dari karaeng-karaeng yang masih memperjuangkan kerajaan Gowa sampai tetesan darah terakhir.

News Feed