English English Indonesian Indonesian
oleh

Perbankan di Tengah Potensi Risiko Global

Semuanya sebagai akibat pengetatan kondisi keuangan global yang tajam yang telah membebani perbankan ditengah bermacam risiko yang dihadapi, terutama risiko kredit yang tinggi karena adanya teren penunan penyaluran kredit dan meningkatnya kredit macet.

Sehingga IMF menyarankan otoritas terkait perlu meningkatkan regulasi dan pengawasannya. Terutama menjaga volatilitas tingkat harga agar dapat stabil sesuai sasaran kebijakan agar pertumbuhan ekonomi terdongkrak, sekurangnya bertahan, apalagi tumbuh negatif.

Sehingga jika stablitas keuangan terancam, maka diperkenankan mengambil kebijakan untuk fasilitasi mendukung likuiditas perbankan termasuk menggunakan berbagai istrumen lain guna memitigasi tekanan risiko global yang mungkin berat dalam upaya menjaga kepercayaan para pemangku kepentingan global.

Dalam konteks Indonesia, sejak  krisis Pandemi Covid-19, berbagai pendekatan telah dilakukan dan disiapkan para otoritas terkait guna memitigasi berbagai ancaman risiko yang terjadi dan akan dihadapi, utamanya terkait dengan sektor keuangan, dengan membangun sinergi dan kolaborasi kebijakan secara terkoordinasi antara para otoritas terkait secara terencana dan dilaksanakan sesuai peran dan fungsi masing-masing otoritas.

Sejak awal tahun 2023 kebijakan tersebut dilembagakan , disebut Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau P2SK berdasarkan UU No. 4/2023 yang dianggap sebagai UU reformasi di sektor keuangan baru di Indonesia.

Khusus terkait dengan OJK, UU P2SK tersebut menjadi acuan kebijakan umum untuk mengawasi dan mengarahkan system keuangan nasional, diantaranya sektor perbankan. Sesuai laporan pers OJK di awal Januari 2024 menguraikan secara umum bahwa di tengah kondisi risiko ketidakpastian global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi global, OJK menganggap industri perbankan Indonesia per November 2023 cukup resilien dan berdaya saing.

News Feed