English English Indonesian Indonesian
oleh

Peserta Pemilu (Tetap) Abai pada Komunitas Rentan di Sulawesi Selatan 

Bukan perkara mudah membangun kepercayaan dari kelompok rentan seperti komunitas transpuan. Mereka kerap merasa tidak aman. Salah satu penyebabnya, kontestasi politik yang hanya menjadikan komunitas transpuan sebagai ladang perolehan suara semata. 

Oleh: Ardiansyah

Sejak sentimen negatif terhadap LGBT kian kencang, transpuan menjadi salah satu kelompok yang ikut kena imbas. Hal itu sangat terasa ketika penulis ingin melakukan proses wawancara kepada kelompok transpuan. 

Mereka butuh privasi untuk wawancara, terutama soal tempat. Kamis, 18 Januari penulis hendak mengatur janji untuk bertemu dengan Eman Memay Harundja. “Saya mau ke daerah (Soppeng), Minggu (21 Januari) baru tiba di Makassar,” ucapnya. 

Maka, kami pun sepakat bertemu, Senin, 22 Januari 2024. Pertemuan berlangsung di salah satu kafe Jl Perintis, Kota Makassar. Lokasi kafe tak jauh dari kawasan perumahan elite. Tempatnya terbuka dan lapang. Namun pengunjung pada siang itu memang tak ramai. 

Eman Memay Harundja, salah satu aktivis hak asasi manusia (HAM) dari komunitas transpuan memandang tidak ada yang berbeda pada Pemilu 2024 dibanding sebelumnya.

Penulis pun bertemu dengan Eman. Kami memilih duduk yang tempatnya cukup berjarak dari pengunjung lainnya. 

“Kalau untuk sekarang (tahun politik 2024), seperti tidak ada apa-apa,” ucap Eman seraya menyeruput minuman green tea yang telah dipesannya di Makassar, Senin, 22 Januari 2024. 

Dia merujuk pada pengalamannya di Pemilu 2019. Kala itu, Ketua Komunitas Sehati Makassar (KSM) periode 2019-2022 sempat ditawari jadi anggota tim sukses salah satu kandidat kepala daerah. “Tim suksesnya datang kepada kami saat itu,” ujarnya tanpa mau memberikan informasi mendetail. 

News Feed