English English Indonesian Indonesian
oleh

Subtansi Pilpres pada Proses (Tanggapan Balik untuk M Qasim Mathar)

Oleh: Aswar Hasan*

Para ahli demokrasi punya kesepakatan. Proses dalam demokrasi lebih penting karena proses mencerminkan hasil.

M Qasim Mathar yang sesungguhnya guru saya dalam beberapa hal, tetap bersikukuh dengan pendapatnya tentang pemilu satu putaran penting. Dia menyatakan, “Tetapi, pemilu satu putaran yang menghemat energi, waktu dan ongkos, itu lebih berkualitas ketimbang pemilu dua putaran yang membuka peluang ‘demam’ pemilu dan tensi politik tetap tinggi, dan dengan membuang- buang energi, waktu dan ongkos.”

Pernyataan ini bisa menyesatkan, dan nirrasionalitas prinsip demokrasi yang lebih mengutamakan proses daripada hasil. Sejumlah pemikir politik dan demokrasi seperti John Dewey, Karl Popper, hingga John Stuart Mill menekankan pentingnya proses demokrasi ketimbang hasil. John Stuart Mill dalam karyanya On Liberty (1859) bahkan menegaskan bahwa aspek sentral demokrasi terletak pada proses politik seperti pada partisipasi warga secara mandiri dalam melahirkan keputusan politik (memilih Paslon).

Sayangnya tanggapan M Qasim Mathar tentang efek Bandwagon yang saya kemukakan, akibat pengaruh survei yang tertinggi tidak dibantah juga dengan konsep teori ilmu politik atau hasil riset ilmu pengetahuan sehingga pembaca tidak hanyut dalam eksplanasi yang bersifat awam pada umumnya saja. Tetapi yang cukup menggelitik saya adalah penjelasan analogi sepak bola.

Analogi ini dijadikan alasan untuk membantah kekhawatiran saya berdasarkan efek Bandwagon, akibat pengaruh tingkat survei tertinggi (sehingga M Qasim menganjurkan publik untuk memilih saja yang surveinya tertinggi supaya hanya terjadi satu putaran saja). Analoginya, jika pertandingan sepak bola skornya sudah 4-0 dengan sisa waktu pertandingan 5 menit.

News Feed