English English Indonesian Indonesian
oleh

Diskusi Publik Respons Dirty Vote Meluas, Libatkan Para Pakar Hukum dan Aktivis

MAMUJU, FAJAR – Tak hanya di ibu kota, di pelosok pun “Dirty Vote” didiskusikan. Termasuk di Mamuju, Sulbar.

Film Dokumenter itu menjadi perbincangan publik sejak diluncurkan 11 Februari lalu, dianggap sejumlah kalangan memberi pencerahan tentang Pemilu 2024.
Film yang disutradarai, Dandhy Dwi Laksono, itu menampilkan tiga narator utama.

Ada Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. Ketiganya dikenal sebagai akademisi di bidang hukum tata negara.

“Narasinya bagus, menyampaikan pesan bahwa memilih pemimpin itu bukan sekadar euforia demokrasi, tapi tanggung jawab konstitusional,” ujar Dosen Hukum Universitas Tomakaka Mamuju, Wardin, Rabu, 14 Februari 2024.

Film itu sarat muatan pendidikan politik dan hukum. Khususnya terkait Pemilu 2024. Sayangnya, menurut dia, film itu dirilis pasca tahapan kampanye atau pada masa tenang.

“Seandainya ini hadir lebih awal, mungkin akan lebih bagus. Terutama di masa-masa awal kampanye. Jadi itu bisa dibedah terbuka,” ungkap Wardin yang juga anggota Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Sulbar ini.

Oleh karenanya, pilihan politik tidak akan berubah signifikan dengan hadirnya film tersebut. Berdasarkan survei bisa dipastikan 90 persen pemilih sudah menentukan sikap.

“Jadi film ini hanya memantapkan pilihan pemilih mayoritas yang sudah menentukan pilihannya dan memantapkan pilihan pemilih minoritas yang belum menentukan pilihannya,” bebernya.

Ketua PMII Cabang Mamuju Refli Sakti Sanjaya menambahkan fakta-fakta yang disuguhkan dalam “Dirty Vote” merupakan bentuk kritik terhadap kekuasaan saat ini. Oleh karenanya, ia mengapresiasi film yang berisi kumpulan data dan analisis para akademisi yang ahli di bidangnya.

News Feed