English English Indonesian Indonesian
oleh

Konteks Historis Perjuangan Rakyat Luwu (Bagian Kedua)

Topoka sekarang ini dijadikan sebagai simbol jalan yang ada di Luwu. Umumnya rakyat Topoka dahulu turut berperang bersama Tadda dalam perlawanannya di Ponjalae melawan Belanda pada waktu itu (Sapitri, Ridha, & Ahmadin, 2015: 12).

Menurut Sarita Pawiloy (2022: 124) Belanda menerapkan sistem pemerintahan amat kejam dan sewenang-wenang penuh dengan berbagai macam cara. Bagi mereka yang tidak membayar pajak “sima atuwong” akan diganti dengan kerja rodi. Tidak terkecuali anak bangsawan, imam, pemuka masyarakat, dan tokoh yang dihormati penduduk.

Penduduk Dusun Topoka menyatakan tidak mau lagi bekerja membuat jembatan dan tidak mau membayar blasting (pajak). Berita tersebut akhirnya diketahui oleh Belanda, sehingga mengirim pasukan melakukan pemberontakan. Terjadilah perang antara penduduk di Kecamatan Suli dengan para koloni Belanda yang disebut dengan Perang Topoka (Sapitri, Ridha, & Ahmadin, 2015: 9).

Perlawanan rakyat Topoka hanyalah contoh kecil yang mendahului perlawanan rakyat di Luwu terhadap Belanda. Perlawanan lain yang tentu saja menjadi lambang dan simbol perlawanan rakyat Luwu yang lain dan diperingati sampai saat ini adalah perlawanan rakyat pada 23 Januari 1946.

Menurut Patang (Rismawidiawati, 2016: 415) ketika kemerdekaan Indonesia 1945 telah diproklamasikan, Andi Djemma menyatakan diri berada di belakang kemerdekaan RI. Sejalan dengan pernyataannya itu, Datu Andi Djemma ketika itu menyerahkan Pajung Luwu ke tangan pemerintah daerah.

Penyerahan kedaulatan tersebut sekaligus berdampak luas terhadap psikologi rakyat yang sudah sangat lama menginginkan kemerdekaan dari penjajah. Mereka sangat antusias mengibarkan bendera merah putih. Pada 19 September 1945, misalnya, merah putih telah berkibar secara meluas di rumah-rumah penduduk di Kota Palopo.

News Feed