English English Indonesian Indonesian
oleh

Paradigma Baru Politik Hukum UU Karantina Ikan, Hewan, dan Tumbuhan

Namun aktivitas perdagangan hasil-hasil pertanian dan perikanan juga memiliki risiko tersebarnya hama penyakit tanaman, hewan, dan juga ikan. Risiko ini tidak hanya mengancam penurunan produktivitas, namun juga mengancam kehidupan manusia, baik secara langsung (penyakit) maupun tidak langsung. Peran dan fungsi karantina dalam era globalisasi perdagangan menjadi sangat krusial dan strategis.

Paradigma pengelolaannya berubah dari karantina sebagai agen yang pasif menjadi agen yang aktif seiring dengan perubahan paradigma kebijakan perdagangan ke arah Non Tariff Barrier (NTB). Aturan mainnya ditentukan dan disepakati melalui Agreement on sanitary and phytosanitary (SPS) Measures di bawah perjanjian World Trade Organization (WTO) sehingga pengelolaan karantina dapat berjalan efektif dan efisien dengan standar internasional berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah.

Pada kesepakatan tersebut dinyatakan bahwa dalam kegiatan perdagangan internasional, suatu negara berhak untuk melindungi kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan. Isu untuk keamanan pangan diatur lebih lanjut dalam 3 Codex Alimentarius Commission (CAC), sedangkan isu kesehatan hewan diatur dalam The Office International des Epizooties atau The World Organization for Animal Health (OIE), dan terkait isu hama penyakit tumbuhan diatur dalam International Plant Protection Convention (IPPC) tahun 1997.

Berbagai standar tersebut menjadi bagian esensial dalam melakukan tindakan preventif dan kuratif untuk mengontrol lalu lintas komoditas tumbuhan/hewan/ikan, produk tumbuhan/hewan/ikan, dan bahan pangan yang tercemar organisme pengganggu tumbuhan/hewan/ikan (virus, bakteri, cendawan, parasit, dan gulma) ataupun residu (seperti antibiotik, logam berat, pestisida, dan bahan kimia lainnya) yang dapat berakibat pada kematian atau gangguan kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan kelestarian sumber daya alam hayati serta lingkungan hidup.

News Feed