English English Indonesian Indonesian
oleh

Syekh Yusuf Al-Makassari: Mufti Kesultanan Banten

Yusuf mendidik putra-putri Sultan Banten dalam bidang agama, termasuk seorang anak tertuanya bernama Pangeran Gusti, yang tak lain adalah calon pengganti ayahnya. Namun, sebelum menjadi sultan, ia disuruh menunaikan ibadah haji di Mekkah. Setelah berhaji, ia lebih dikenal dengan sebutan Sultan Haji.
Guna mempererat hubungan kedua belah pihak, Sultan Banten menikahkan seorang putrinya bernama Syarifah dengan Yusuf. Hal ini disebutkan dalam Lontaraq Gowa, bahwa “Setelah sampai hari dan waktu yang disukainya, berkemaslah Tuanta Salamaka. Puteri sultan pun ikut dikemasi. Keramaian hari itu luar biasa. Tuanta diantar oleh beberapa Haji, Arab, dan Sayyid. Mereka berzikir sepanjang jalan. Suara rebana pun tak terkirakan gemuruhnya, seakan ditabuh oleh ribuan orang padahal tak satu pun manusia kelihatan. Bau-bauan pun luar biasa harumnya. Semuanya itu karena Rahmat Allah dan berkah Rasulullah Saw. Oleh karena itu semua orang yang mendengarnya menjadi keheran-heranan karena keberkatan Tuanta pergi ke rumah isterinya [Syarifah]” (Manyambeang, 2014).

Menjadi Mufti Banten

Setelah perkawinan tersebut, Yusuf diangkat menjadi Mufti Kesultanan Banten. Dari kajian Azra (2002) diketahui bahwa ia juga diangkat sebagai Raja Muda (viceroy) Banten. Dalam hubungan inilah, ia mengunjungi berbagai negeri muslim di Timur Tengah, khususnya Suriah dan Kesultanan ‘Utsmaniyyah, untuk memperkuat hubungan mereka.

Yusuf membuka pengajian kepada penduduk dan menjadi mubaliq di Banten. Namanya masyhur di penduduk Banten dan sekitarnya. Beritanya juga sampai di Makassar. Banyak orang Makassar dan Bugis ke Banten. Begitu pula sebagian orang Makassar, yang dibuang oleh Belanda ke Batavia akibat perang Makassar, datang untuk belajar kepada Yusuf di Banten, tulis Abu Hamid (2005).

News Feed