English English Indonesian Indonesian
oleh

Memaknai Independensi Bank Indonesia

Oleh: Marsuki
(Guru Besar FEB Unhas)

FAJAR, MAKASSAR Menarik menyimak dan mengulas bahan opini di media Harian Disway (10 Desember 2023) dari seorang Guru Besar Universitas Airlangga, Bagong Suyanto dengan judul “Independensi Bank Indonesia Pasca-UU P2SK”.

Trigernya, saat membahas tentang posisi Bank Indonesia (BI) ketika dihadapkan pada tantangan situasi krisis dan tekanan politik yang kuat. Terkait hal tersebut, penulis menganggap bahwa kebijakan yang diambil BI akan menjadi rawan terkontaminasi kepentingan politik pemegang kekuasaan “tanda kutip”.

Dijelaskan, di banyak negara terbukti, kepentingan politik pihak tersebut sering bertentangan dengan prinsip kebanksentralan umumnya, utamanya tentang posisi independensi bank sentral, yang harus bermakna, adanya aspek transparansi, konsistensi, dan keberlanjutan. Sehingga jika keraguan tersebut terjadi maka kebijakan BI sebagai otoritas moneter akan rawan bias dalam rencana apalagi pelaksanaannya.

Sebenarnya, sebelum UU P2SK diundangkan, Dana Moneter Internasional (IMF) telah mengingatkan bahwa jika pihak-pihak pemegang kekuasaan, “eksekutif maupun legislatif” mempunyai akses tidak langsung apalagi langsung bisa mempengaruhi independensi otoritas moneter, maka akan ada risiko kredibilitas sebuah bank sentral karena kemungkinan akan terjadi praktek manipulasi kebijakan otoritas moneter demi kepentingan popularitas dan politik pemegang kekuasaan.

Sehingga dampaknya akan buruk terhadap kepercayaan publik nasional bahkan internasional kepada otoritas moneter, kemudian akan berpengaruh kurang baik bagi perkembangan perekonomian suatu negara. Berdasarkan pengalaman kurang baik tersebut, maka tahun 70-an secara global telah melahirkan kesepakatan pentingnya prinsip independensi bagi bank sentral di masing-masing negara.

News Feed