English English Indonesian Indonesian
oleh

Ironi Pabrik Gula yang Tak Manis Bagi Petani di Takalar

ER (69) warga Kampung Beru, Kecamatan Polongbangkeng Utara ini, datang membawa kertas putih ukuran mencapai 1×1 meter kepada FAJAR yang datang September itu. Isinya peta wilayah. Di atas kertas itu tak ada kop yang menuliskan bahwa peta. Namun, jelas isinya garis-garis pembatas tanah antar tanah. 

Meski sudah sepu, kertas itu sudah keliling ia bawa, hingga ke Kantor Kanwil ATR/BPN sampai ke perusahaan. Berharap tanahnya yang ada di dalam kertas itu kembali. Janji demi janji sudah sering ia dengar. Namun, tak kunjung ia dapatkan. Hanya ancaman demi ancaman. Tahun ini, ia kembali dijanji. Apalagi Hak Guna Usaha (HGU) tanahnya yang selama ini dikelola perusahaan seluas 10 hektare itu sudah habis HGUnya sejak Maret 2023 ini.

Ia tak ingin dilanjutkan lagi, kecuali pihak perusahaan memberi status yang jelas atas kepemilikan tanahnya ini. “Kami dijanjikan tahun ini sudah selesai. Karena HGUnya juga sudah habis. Makanya saya ikuti sekali ini, sampai saya juga sudah dipanggil ke Kanwil ATR/BPN Sulsel di Makassar,” ungkapnya. Ia tak berharap banyak lagi, lahannya dikembalikan agar dapat dikelola sendiri bukan lagi perusahaan secara sepihak tanpa ada keuntungan bagi pemilik lahan.

“Itu saja, tanahnya kita statusnya diperjelas. Karena sudah puluhan tahun dikuasai. Tolong perjelas dan diberikan kembali hak kita,” sambungnya.

Diakui bahwa, ia juga kerap ikut aksi untuk memperjuangkan kembali tanahnya agar sertifikat hak milik tanah itu bisa dipegangnya setelah puluhan tahun lamanya  “Pernah saya datang ikut aksi, pernah juga saya disuruh datang ke kantornya pertanahan, disuruh datang sendiri, jangan banyak, jangan demo,” pungkasnya.

News Feed