English English Indonesian Indonesian
oleh

Ironi Pabrik Gula yang Tak Manis Bagi Petani di Takalar

Katanya, LPRA ini penting, sebab merupakan antitesa dari TORA yang dimana pelaksanaanya tidak menyelasaikan konflik dan tidak tepat sasaran.

“Karena yang terjadi selama ini, itu persoalan agraria, dimana penentuan TORA, tidak menyelesaikan konflik. Lokasi-lokasi yang terkonsolidasikan dalam LPRA diusulkan petani, tidak semata-mata lokasi konflik. Lebih dari itu dalam LPRA lokasi tersebut sudah terorganisir dengan baik,” paparnya.

Apalagi di Kabupaten Takalar ini, penting mendapat perhatian, konflik agraria yang terjadi puluhan tahun sudah menelan korban dengan luas klaim HGU PTPN XIV Takalar 6.650 hektare.

“Hampir keseluruhan yang diklaim perusahaan, itu sekitar 6.650 hektare itu sebenarnya termasuk HGU dan HGB adalah lahan yang sebelumnya dikuasai dan digarap oleh masyarakat petani Polong Bangkeng Utara dan Polong Bangkeng Selatan,” ucapnya.

KPA Sulsel menyebut bahwa, untuk mengetahui pastinya berapa tentu memerlukan proses pendataan subjek dan objek. khususnya objek yang menjadi klaim masyarakat.

“Karena hingga saat ini, negara sebenarnya tidak memiliki data agraria yang baik,”katanya.

Justru pembiaran terhadap pelanggaran tak mampu ditegakkan keadalina itu oleh pemerintah setempat. Padahal menurutnya pelanggaran yang dilakukan perusahaan sudah sangat jelas.

“Jika terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh PTPN, pertama adalah melanggar hak dasar warga negara untuk mendapatkan hak untuk hidup layak dan mendapatkan rasa aman, khususnya hak atas tanah bagi petani,” pungkasnya.

Kedua, disebut bahwa, apa yang telah dilakukan selama ini oleh PTPN telah bertentangan dengan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi: Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.

News Feed