English English Indonesian Indonesian
oleh

Orang-orang yang Terpenjara

Secangkir Teh: Aswar Hasan
Orang yang berada di alam ini dan masih belum mengetahui dunia gaib (Akhirat) berarti ia masih terkungkung oleh sejumlah hal yang mengitarinya dan terkepung oleh kerangka dirinya. Demikian kata Ibnu Atha’illah as Sakandari seorang tokoh spiritual asal Mesir, penulis kitab Babon Spiritualisme Islam; Al Hikam. Banyak orang tercerahkan setelah membacanya, karena merasakan terjadi penjernihan tauhid dalam hubungannya antara hamba dan Tuhannya, karena membimbing kepada hal yang prinsip dan mengenai pada titik rentan manusia dalam dirinya, dalam kaitannya dengan sang Khalik.

Lebih lanjut, Atha’illah berkata, semua orang yang ada di dunia dan hatinya belum dibuka untuk menerima ilmu dan pengetahuan gaib, berarti masih terbelenggu dan terpenjara oleh syahwat dan kenikmatannya, serta terikat oleh kebiasaannya, seperti makan, minum dan berpakaian. Mereka juga terkurung oleh kerangka dirinya, yaitu syahwat dan kenikmatannya.

Secara lahiriyah, menurut Atha’illah, alam ini adalah sebuah tipuan namun secara batiniyah, ia merupakan sebuah pelajaran. Dan, nafsu senantiasa melihat pada lahirnya yang menipu, sedangkan kalbu senantiasa melihat kepada batinnya yang memberi pelajaran. Oleh karena itu, jika engkau menginginkan kemuliaan yang abadi, maka janganlah engkau membanggakan (terjebak) pada kemuliaan yang fana (duniawi).

Jika engkau menghendaki kemuliaan abadi, maka jauhilah segala sebab dan yakinlah dengan adanya Sang Pencipta sebab. Pencipta sebab adalah Tuhan yang abadi sehingga ketergantunganmu kepada Nya menjadi sumber kemuliaan yang abadi.
Janganlah tertipu dengan kemuliaan yang fana, misalnya dengan menyadari sebab dan tidak menyadari siapa Penciptanya. Karena sebab itu fana, ketergantunganmu terhadap sebab menjadi sumber kemuliaan yang tidak abadi.

Apabila mau merasa mulia karena Allah, kemuliaanmu akan abadi dan tak seorang pun yang mampu menghinakanmu. Namun, jika kamu mendapat kemuliaan dari selain-Nya, seperti dari harta, kehormatan, dan pangkat-kedudukan jabatan-, dan mau merasa puas serta menjadikannya sandaran, lalu kau lalai dari Tuhanmu, maka tak ada keabadian bagi kemuliaanmu itu. Tak ada kemuliaan pada sesuatu yang kaubanggakan selain Tuhan. Karena kesemuanya itu, adalah penjara bagi dirimu. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim)

Imam Nawawi menerangkan, “Orang mukmin terpenjara di dunia karena mesti menahan diri dari berbagai syahwat yang diharamkan dan dimakruhkan. Orang mukmin juga diperintah untuk melakukan ketaatan. Ketika ia mati, barulah ia istirahat dari hal itu. Kemudian ia akan memperoleh apa yang telah Allah janjikan dengan kenikmatan. Adapun orang kafir, dunia yang ia peroleh sedikit atau pun banyak, ketika ia meninggal dunia, ia akan mendapatkan azab (siksa) yang kekal abadi. Dikatakan dalam penjara karena orang mukmin terhalang untuk bebas melakukan syahwat yang diharamkan. Sedangkan keadaan orang kafir adalah sebaliknya sehingga seakan-akan ia berada di surga.
Dengan demikian, seorang Mukmin di dunia ini seperti dipenjara bila melihat (membandingkan) apa yang dijanjikan oleh Allah berupa nikmat abadi di akhirat. Sedangkan orang kafir menganggap dunia sebagai surganya bila melihat apa yang Allah siapkan untuknya berupa Siksa abadi kelak di akhirat. Wallahu a’lam Bishawwabe. (*)

News Feed