English English Indonesian Indonesian
oleh

Suherman, Promosi Jabatan dan Mutu Pendidikan

Kekacauan seperti ini biasanya terjadi di negara gagal atau yang dilanda konflik berkepanjangan sehingga semua jabatan di pemerintahan dilihat sebagai urusan politik. Misalnya di Israel, jabatan Menteri Kehakiman (2015-2018) pernah diisi oleh seorang insinyur listrik bernama Ayelet Shaked. Jelas urusan lsitrik tentu amat berbeda dengan urusan peradilan.

Kerisauan serupa dalam promosi jabatan yang tanpa pola diungkap pula oleh Katerina Tomasevski, Pelapor Khusus PBB untuk pendidikan di Indonesia (2002). Dalam laporannya, ia mengungkapkan bahwa, meski jumlah guru perempuan  di SD 53% dari seluruh jumlah guru, tetapi yang dipromoskikan sebagai Kepala Sekolah hanya 27%. Di jenjang SLTP, dari 43% guru perempuan, tapi hanya 11% yang dipromosikan. Demikian  pula di jenjang SLTA, 34% guru perempuan hanya 10% yang mendapat promosi. 

Akibatnya, dengan pola promosi tanpa blueprint atau tanpa pertimbangan latar belakang keahlian dan talenta, meski anggaran pendidikan sudah mencapai 20% dari APBN dan APBD, ternyata tidak terlihat dampaknya pada perbaikan mutu. Bank Dunia, bahkan dalam publikasinya: ”Spending More or Spending Better: Improving Education Financing in Indonesia (2013)”, menunjukkan bahwa para guru yang telah memperoleh tunjangan sertifikasi dan yang belum ternyata memperlihatkan prestasi yang relatif sama. Program sertifikasi guru yang diselenggarakan selama ini yang menghabiskan dana ratusan triliun rupiah, ternyata tidak bermanfaat bagi peningkatan mutu pendidikan nasional (hal 68). 

News Feed