English English Indonesian Indonesian
oleh

Pola Asuh Pengaruhi Komunikasi Anak

MAKASSAR, FAJAR--Banyak orang tua di luar sana yang kurang ilmu dalam mengasuh dan mengurus anak. Hal tersebut karena kurangnya edukasi.

Juga dipengaruhi faktor lain, seperti pernikahan dini, kondisi ekonomi, dan lainnya. Dewasa ini banyak kasus kekerasan pada anak yang terjadi, khususnya di Indonesia. Banyak orang tua yang melampiaskan emosi kepada anaknya.

Pun macam-macam bentuk kekerasan yang umumnya ditemukan yaitu pemukulan, bahkan pembunuhan. Selain tindak fisik langsung kepada anak, perilaku orang tua pun dapat berdampak kepada anak, misalnya trauma.

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga dapat memicu trauma pada anak. Maka, sangat perlu mendidik calon orang tua untuk persiapan mengurus anak ke depannya.

Berbagai jurnal mengenai pola asuh yang dapat kita temukan di internet, namun banyak orang tua di luar sana yang masih menutup mata. Mereka juga enggan untuk belajar cara pola asuh sebelum mempunyai anak, padahal hal tersebut merupakan hal penting bagi masa ke depannya.

Hal yang marak ditemui pada masa sekarang, yaitu tingginya suara saat berbicara dengan orang tua. Banyak anak yang mempertanyakan kenapa hal tersebut dapat terjadi? Salah satu faktor yang dapat menimbulkan hal tersebut adalah pengalaman traumatis atau luka batin masa kecil.

Akan tetapi, tidak selalu semua orang yang mengalami luka batin atau trauma pada masa kecil akan cenderung meninggikan nada suara saat berbicara dengan orang tua.

Ada faktor lain seperti pola komunikasi yang kurang sehat di dalam keluarga atau gaya pengasuhan yang otoriter yang dapat berperan dalam meningkatkan nada suara seseorang saat berbicara dengan orang tua.
Selain itu, faktor psikologis seperti ketidaknyamanan, kecemasan atau rasa takut juga dapat menyebabkan peningkatan nada suara seseorang saat berbicara dengan orang tua. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi individu yang komprehensif untuk memahami faktor-faktor yang mendasari peningkatan nada suara seseorang terhadap orang tua.

Lalu, apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki pola komunikasi kepada orang tua akibat luka batin di masa kecil? Memperbaiki pola komunikasi dengan orang tua akibat luka batin masa kecil dapat menjadi proses yang rumit dan memerlukan waktu serta upaya yang kontinu.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pola komunikasi antara anak dan orang tua yang pernah mengalami luka batin masa kecil antara lain:

  1. Mengenali dan memahami sumber masalah: Langkah pertama adalah mengenali dan memahami sumber masalah dari pola komunikasi yang buruk dengan orang tua. Hal ini dapat dilakukan dengan mengingat kembali pengalaman masa kecil dan memahami dampak yang terjadi pada diri sendiri.
  2. Mengambil inisiatif: Ambil inisiatif untuk memperbaiki pola komunikasi dengan orang tua. Lakukan langkah kecil terlebih dahulu, seperti mengajak bicara secara teratur atau memberikan hadiah kecil sebagai tanda perhatian.
  3. Membuka diri dan berbicara dengan jujur: Cobalah membuka diri dan berbicara dengan jujur mengenai perasaan dan pikiran yang dirasakan. Hindari menyalahkan atau menuduh orang tua atas masalah yang terjadi, dan gunakan kata-kata yang baik dan sopan.
  4. Menjaga kontrol emosi: Saat berbicara dengan orang tua, hindari untuk terlalu emosional dan berbicara dengan nada suara yang meninggi. Cobalah untuk tetap tenang dan sabar dalam menjalin komunikasi.
  5. Mendengarkan dengan seksama: Penting untuk mendengarkan dengan seksama apa yang diucapkan oleh orang tua. Berikan perhatian penuh pada apa yang diucapkan oleh orang tua, dan usahakan untuk memahami sudut pandangnya.
  6. Menjaga kontak fisik dan kasih sayang: Untuk memperbaiki pola komunikasi dengan orang tua, perlu ada upaya untuk menjaga kontak fisik dan memberikan kasih sayang. Cobalah untuk menghargai dan menghormati orang tua, dan menunjukkan rasa cinta dan sayang secara teratur.

Jika masalah pola komunikasi dengan orang tua terkait dengan luka batin yang dalam dan membutuhkan penanganan yang lebih serius, maka sebaiknya konsultasikan dengan ahli terapi atau konselor. (*)

Resky Nurhalizah
Mahasiswa magang UNM untuk tugas membuat OPINI

News Feed