English English Indonesian Indonesian
oleh

Kontribusi Ulama Melayu, Datuk ri Bandang

Pendekatan di atas menunjukkan spiritualitas raja Tallo lebih “tinggi”. Kalau dua penguasa lain hanya bertemu ulama, raja Tallo bertemu dengan Nabi dan ulama. Ini semakin mengukuhkan wibawa politik Makassar yang terpatri dalam ungkapan bahwa kekuasaan ada di Makassar”. Penguasa Makassar, Sultan Alauddin dan Sultan Abdullah, menggunakan kekuasan mereka menyiarkan agama Islam ke seluruh penjuru Sulawesi Selatan pada tahun 1607-1611, kecuali Toraja, yang oleh orang Bugis disebut Musu Asellengeng atau Perang Pengislaman (Patunru, 1983: 20).  

Setelah mengislamkan Sulawesi Selatan, Datuk ri Bandang dan Datuk ri Tiro berdakwah ke Bima, Nusa Tenggara Barat, atas perintah dari Sultan Alauddin. Secara politik, Kerajaan Bima di bawah kekuasaan Makassar, yang ditaklukan pada 1618 dan 1619, sehingga ulama tersebut lebih mudah menyiarkan agama itu kepada Raja Bima La Kai pada 7 Februari 1621. Setelah Islam mendapat gelar Sultan Abdul Khair (1620-1640). Sultan Alauddin menikahkan iparnya dengan Sultan Bima sehingga terjalin hubungan yang semakin erat antara kedua belah pihak. Namun, ada sebagian orang tidak setuju dengan langlah itu. Pada tahun 1632, mereka melakukan perlawanan di bawah pimpinan Raja Dompu. Perlawanan itu ditumpas oleh armada Makassar, yang terdiri dari 400 perahu dan ribuan orang. Hasilnya, La Kai bertahta kembali di Kesultanan Bima. Setelah berdakwah, Datuk ri Bandang dan Datuk ri Tiro dipanggil kembali oleh Sultan Alauddin ke Makassar. Atas jasa mereka, maka orang-orang Melayu mendapatkan hak istimewa dari Sultan Bima kedua, Abi’l Khair Sirajuddin (1640-1682), yakni sebagai guru agama bagi raja dan rakyat Bima (Chambert-Loir & Salahuddin, 1999: xvi–xvii).

News Feed