English English Indonesian Indonesian
oleh

Menjawab Tantangan Umat Islam

Oleh: Muhammad Syarkawi Rauf,   Dosen FEB Unhas/ Alumni Pesantren Modern IMMIM Makassar                                        

Kemiskinan dekat dengan kekufuran. Ungkapan ini bermakna bahwa menjadi miskin memiliki implikasi negatif yang luas, tidak hanya terhadap kualitas hidup secara duniawai tetapi juga berpotensi menghancurkan keyakinan sebagai orang beriman. Kemiskinan membuat ummat Islam mudah terbawah arus dan bahkan meninggalkan agamanya.  

Permasalahan kemiskinan tidak sepatutnya terjadi di dunia muslim mengingat umat Islam memiliki Al-Quran sebagai petunjuk yang sempurna. Selain itu, dari sekitar 70-an negara berpenduduk muslim adalah negara kaya Sumber Daya Alam (SDA). Dimana mayoritas komoditi strategis yang menjadi urat nadi perekonomian global berada di negara-negara muslim. 

Sebagai contoh, penghasil minyak bumi terbesar di dunia adalah negara-negara Arab, Afrika Utara, dan Asia yang penduduknya beragama Islam. Demikian juga dengan gas bumi sebagai sumber energi utama, tembaga, nikel, timah, emas, dan uranium berada di negara yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam. 

Secara geografis, negara-negara muslim juga berada di jalur perdagangan global tersibuk di dunia, mulai dari terusan Suez di Mesir, Selat Malaka di Asia Tenggara yang membelah Indonesia dan Malaysia, jalur utama selat Makassar yang menghubungkan Asia dengan Australia, hingga jalur sutera melalui Asia Tengah menghubungkan Asia dengan Eropa..  

Masalah Utama

Dari perpspektif managemen, seperti yang dikemukakan oleh Porter (1998), perbedaan negara maju dengan negara terkebelakang hanya pada aspek managemen. Negara menjadi maju karena well managed (dikelola dengan baik) dan negara terkebelakang karena under managed (tidak dikelola dengan baik). Negara-negara muslim terjebak dalam perangkap Sumber Daya Alam (SDA) atau natural resources trap sehingga lupa meningkatkan kualitas SDM-nya.  

Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menyatakan bahwa untuk melakukan sesuatu hendaklah kamu melakukannya dengan tata kelola yang baik, sama seperti bangunan yang tersusun rapih (ka annahum bunyanun marsuus). Demikian juga anjuran Al-Quran yang berkali-kali melarang mencari rezeki dengan cara membuat kerusakan, “wa la tabgil fasada fil ardi, innallaha la yuhibbul mufisidin” (janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang berbuat kerusakan).

Tidak mengherankan, pertanyaan paling populer di dunia Islam beberapa waktu yang lalu hingga saat ini, yaitu: “Limaadsa Taakhharal muslimuun wa takaddamal akharuun? Taakhharul muslimuun liannahum yatrukuuna diinahum wa takaddamal akharuun liannahun yatrukuuna diinahum”. Mengapa orang muslim terkebelakang dan non muslim maju? Orang muslim terkebelakang karena meninggalkan ajaran agamanya dan non muslim maju karena juga meninggalkan ajaran agamanya. 

Ajaran Islam menganjurkan untuk mengusahakan akhirat tetapi dengan catatan jangan melupakan dunia.“Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (al-Qashash 77).

Ummat Islam saat ini hidup di dua ekstrim, yaitu pola hidup yang sama sekali tidak seimbang antara kehidupan dunia dengan akhirat. Sebagian besar orang muslim bekerja mencari rezeki dengan melupakan akhiratnya. Mereka mencari harta yang banyak dengan melupakan dimensi spiritualnya. Akibatnya, ummat Islam terjebak dalam pola hidup kapitalis yang memuja kehidupan dunia. 

Pada ekstrim yang lain, terdapat sekelompok ummat Islam yang seakan tidak peduli dengan kehidupan dunianya. Mereka hidup dengan berat sebelah, yaitu hanya mementingkan akhiratnya. Padahal Islam menganjurkan untuk mengusahakan kehidupan dunia seakan-akan kita akan hidup selama-lamanya dan menuntut kehidupan akhirat seakan-akan kita akan mati besok.  

Kembali Ke Al-Quran

Al-Quran berkali-kali memberikan petunjuk pentingnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Sebagai contoh, Al-Quran memberikan signal-signal bagaimana Allah SWT menurunkan besi dari langit yang di dalamnya terdapat manfaat juga bahaya (wa ansalna hadiida -besi- minassamai fiihi manaafi wa fiihi jazaun). Hal ini dapat dibuktikan bahwa perut bumi memang tidak memiliki unsur biji besi yang bahasa ilmiahnya, ferrum.

Demikian juga kebijakan pajak yang dipraktekkan di berbagai negara. Para ekonom mendapat inspirasi dari Al-Quran mengenai ketentuan tentang zakat dan sedekah. Kewajiban bersedekah 2,5 persen menginspirasi para ekonom untuk memformulasikan teori mengenai tingkat pajak yang optimal (optimal tax rate). 

Para ekonom meneliti ketentuan sedekah sebesar 2,5 persen dan menemukan bahwa 2,5 persen adalah tingkat optimal yang akan mendorong ummat Islam bersedekah. Kurang dari 2,5 persen membuat pengumpulan zakat tidak optimal dan lebih dari 2,5 persen membuat banyak orang muslim terbebani sehingga akan menghindari sedekah.  

Teori optimal tax rate sangat populer di kalangan ekonom sebagai dasar menentukan tarif pajak. Teori perpajakan yang paling familiar bagi pembuat kebijakan adalah “Luffer Curve” atau “kurva Luffer”. Teori inilah yang bertahun-tahun dipraktekkan oleh negara-negara Eropa dan AS dalam mengelola pendapatan pajaknya. 

Bukti-bukti lain mengenai akurasi konsepsi Islam sudah banyak dibuktikan oleh ilmuwan. Sebagai contoh, ajaran puasa yang dinyatakan Rasulullah Muhammad SAW bahwa “berpuasalah supaya kamu sehat”. Hal ini juga telah diteliti oleh para ilmuwan yang saat ini terkenal dengan istilah Autofagi (autophagy), yaitu mekanisme pembersihan diri yang terjadi ketika tubuh dilatih untuk berpuasa selama kurun waktu tertentu.

Bahkan beberapa peneliti menganjurkan puasa selama sebulan sebagai media pengobatan. Dokter maupun peneliti gizi membuktikan bahwa orang yang berpuasa mengalami proses detoksifikasi dan sekaligus meremajakan organ-organ tubuh yang sudah mulai menua. Hal ini kemudian menjadikan puasa sebagai cara terbaik untuk awet muda.  

Singkatnya, cara terbaik menjawab tantangan yang dihadapi oleh ummat Islam berkaitan dengan keterbelakangan dan kemiskinan, yaitu kembali kepada Al-Quran dengan prinsip “hidup berorientasi pada akhirat tanpa melupakan dunia” atau “menempatkan kehidupan dunia sebagai jembatan menuju akhirat”. Sehingga sukses di dunia sesuai dengan tuntunan ajaran Islam akan sangat menentukan sukses di akhirat.  (*)

News Feed