MAKASSAR, FAJAR — Rini baru saja selesai merapikan seragam kerjanya, Jumat sore, 23 Februari 2024. Gadis 26 tahun itu bergegas meninggalkan sebuah kafe, tempat kerjanya yang berada di Jl Letjen Hertasning, Makassar.
Ia hendak pulang ke rumah. Ingin segera merebahkan badan yang letih setelah seharian kerja, di rumah yang telah dimilikinya lebih dari tiga tahun terakhir. Lokasinya di Kawasan Pattalassang, Kabupaten Gowa, sedikit agak jauh dari tempatnya mencari pundi-pundi rupiah. Namun jarak bukan masalah. Toh ia punya kendaraan roda dua untuk mengantarnya ke mana saja, dan kapan saja.
Bertemu dengan penulis, dara berdarah Bugis itu memilih duduk sejenak. Memberikan waktu untuk bercerita awal mula dirinya bisa punya rumah sendiri. Sebelum pengajuan KPR rumah impiannya itu disetujui oleh Bank Tabungan Negara (BTN), Rini sempat menyewa sebuah kamar indekos di tengah Kota Makassar.
“Waktu itu masih kos-kosan. Usia juga sudah 23 tahun, tapi sudah kerja. Dari pada gaji habis entah ke mana, mending menyicil rumah,” ucap perempuan yang bekerja sebagai pramusaji ini.
Meski ia tergolong masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), namun keinginan memiliki rumah di usia muda, sangat kuat. Apalagi melihat sang kakak sudah punya rumah lebih dahulu. Beruntung, sang ibu pun merestuinya untuk membeli rumah pribadi. Rini akhirnya jatuh cinta pada sebuah rumah subsidi tipe 36. Ia memang sudah lama punya impian memiliki rumah sendiri. Yang dibeli dari hasil keringatnya sendiri pula.
Ada banyak pilihan KPR yang ditawarkan. Namun ia akhirnya memilih KPR BTN. Ia menjadi nasabah KPR BTN sejak Desember 2020. Prosesnya cukup singkat. Rini mengaku dibantu oleh pihak developer untuk mengurus segala kebutuhan berkas pengajuan KPR. Oleh petugas BTN, ia dimudahkan untuk memilih cara pembayaran cicilan. Kala itu, ia memilih cicilan selama 20 tahun. Uang muka termasuk rendah. Hanya Rp7 jutaan, itu sudah termasuk biaya pemasangan listrik, air, booking blok, dan notaris.
