English English Indonesian Indonesian
oleh

Konstitusional Pemilu Satu atau Dua Putaran; Jalan Tengah Debat Qasim Mathar dan Aswar Hasan

Ketentuan pemenang bukan hanya “lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara”, tetapi juga sebaran suara menjadi penentu, yakni: “sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia”. Syarat pertama mungkin bisa saja diperoleh dengan memperkuat basis suara di Pulau Jawa dan provinsi yang memiliki jumlah penduduk yang besar, namun syarat kedua bukan hal mudah untuk dilakukan.

Karena itu, argumen Qasim Mathar tentu memperoleh legitimasi konstitusional, sebab UUD NRI Tahun 1945 memberikan ruang bagi pasangan calon presiden dan wakil presiden melaju hanya untuk satu putaran. Tentu saja, sekali lagi, syarat untuk memperoleh basis suara dengan sebaran jumlah provinsi cukup memberi tantangan yang besar bagi para kandidat.

Karena tantangan dan probabilitas memperoleh sebaran suara di setiap provinsi itu cukup berat, Aswar kemudian melihat ini sebagai sesuatu yang cukup rumit. Bagi Aswar, potensi menang dengan satu putaran hanya bisa terjadi dengan mengerahkan kekuatan untuk mendorong penyelenggaraan pemilu yang tidak demokratis. Argumennya substantif, sebab tidak membicarakan boleh atau tidak bolehnya menang satu putaran, tetapi prakondisi yang culas untuk mencapai target satu putaran itu yang dipersoalkan Aswar.

Argumen Aswar juga berbasis konstitusi, sebab di Pasal 6A ayat (4) ditentukan bahwa, “Dalam hal tidak ada pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai presiden dan wakil presiden”.

News Feed