English English Indonesian Indonesian
oleh

Mewujudkan Panggung dan Sumanga’na Daeng Aco

OLEH: M. Fadhly Kurniawan/ Transkrip Tradisi Lisan Indonesia-Urukana

Saat memposting di medsos (IG dan WA) bahwa Daeng Aco tampil kembali di panggung, para netijen langsung memberikan reaksi haru di postingan saya. Beliau ber-sinrili’ di acara “Hari Jadi Sulsel (HJS) ke 354 tahun”, mulai dari pukul 18.30 sampai tiba Dr. Bahtiar Baharuddin (PJ Gubernur Sulawesi Selatan) di panggung utama anjungan losari-City Of Makassar, sekitar 20.15 WITA. Konsep dan posisi panggung Daeng Aco terletak di depan masjid terapung Amirul Mukminin dan berfungsi sebagai penjemput tamu undangan HJS. 

Di kegiatan ini kami yang mendampingi Daeng Aco berasal dari lembaga riset Transkrip TL dan komunitas pemerhati Sinrili’-Urukana hadir lengkap untuk mengapresiasi dan merekam momen langka ini.

Panggung kemarin memberikan banyak kejutan, salah satunya ialah bertemunya dua pasinrili’ antara Daeng Aco dan Bapak Haeruddin. Ternyata, keduanya terakhir bertemu sekitar puluhan tahun yang lalu, bahkan terakhir sepanggung di tahun 1991, seingat mereka berlokasi di Pao-pao. Dan akhirnya malam itu mereka dipertemukan dan duet kembali, saling melipur lara, menghidupkan batin sesama pasinrili’.

Kemudian, saat mengamati para penonton, beberapa ekspresi cukup beragam saya temukan. Meskipun beliau bertutur menggunakan bahasa Makassar arkais/kuno, namun para penonton menanggapinya dengan tertawa, fokus menonton, merekam, dan saling berbisik. Beliau menuturkan kisah romantis Romeo dan Juliet versi Makassar yang populer dikenal dengan Datu’ Museng dan Maipa Deapati. Sesekali Bapak Haeruddin mengomentari bagian-bagian yang dituturkan Daeng Aco, nah, bagian itulah yang kadang direspon tawa oleh penonton.

Pemilihan kisah Datu Museng dan Maipa Deapati bukan secara random, ada sebabnya, yaitu hal ini sehubungan dengan pertama kalinya instrumen keso’-keso’-nya tampil kembali setelah direparasi di Tempo Musik. Kemudian, Daeng Aco mengakui mendapatkan bisikan atau semacam wangsit untuk meresmikan keso’keso’-nya dengan membawakan kisah tersebut.  Sedangkan tafsir saya, beliau membawakan kisah ini sehubungan dengan lokasi pertunjukan yang sangat dekat dengan makam kedua tokoh utamanya itu, boleh jadi kedua tokoh Datu Museng dan Maipa Deapati rindu dan hadir mendengarkan langsung pertunjukan malam itu.

Sebenarnya, ini adalah panggung perdananya Daeng Aco di panggung populer setelah puluhan tahun ia vakum, entah apakah keberadaannya memang tidak diketahui atau tidak dilirik lagi oleh para stakeholder instansi kebudayaan lokal, semoga saja dugaan saya keliru. Adapun aktifitas beliau akhir-akhir ini ialah menjaga kebun orang dan sesekali menerima panggilan ber-sinrili’ saat diadakan hajatan pernikahan, dan kebutuhan ritual lainnya yang bertalian dengan sinrili’.

Seusai mentas, kami beranjak menuju mobil sembari melirik stan-stan pameran tiap kabupaten dan dinas yang turut memeriahkan event tersebut, sesekali Daeng Aco mampir memperhatikan bila ada stan yang menarik baginya, seperti stan songkok recca/pamiring

Wajah beliau sangat sumringah melihat riuhnya masyarakat dan event yang dia hadiri itu, saya pun bertanya dengan berbahasa Makassar, 

Bapak, porena tawwa acarayya bela dii? (Bapak, seru sekali acaranya kali ini ya?) dijawabnya, Iyo, takkaluppai susayya bela (Betul, semua keluh kesah tetiba dilupakan). 

Spontan kami semua tertawa terbahak mendengarnya.

Sangat lega akhirnya mampu kembali memberikan ruang kepada Daeng Aco. Dampaknya langsung terasa, seusai mentas, pakkasia’ atau perasaan batin dan raga beliau jauh terasa sangat berbeda dari sebelumnya, ia merasa sangat segar dan merasa seperti kembalinya spirit yang lama hilang, orang Makassar menyebutnya dengan Sumanga’. Olehnya itu, kami haturkan banyak terima kasih kepada kak Awar (Sanggar Seni Sirajuddin) dan pemprov Sulsel yang telah menyediakan panggung untuk beliau. Semoga para seniman lokal diberkati umur dan terjaga kesehatannya agar bisa merawat sumanga’ yang masih tersimpan di tiap kesenian tradisional.

Namun, sedikit catatan buat pengelola event tersebut, yaitu perlunya kordinasi lebih matang lagi antar tim, utamanya dalam hal teknis panggung dan kebutuhan talent. Hal sekecil apapun dapat berpengaruh dan berdampak pada substansi pertunjukan yang diharapkan.

Kurrusumanga’. 

News Feed