English English Indonesian Indonesian
oleh

Menyoal “Rasisme Bahasa” dalam Institusi Pendidikan

Penulis : Nirwana (Mahasiswa Program Doktoral Linguistik Universitas Pendidikan Indonesia)

Mengajarkan bahasa di ruang akademik adalah hal yang cukup menantang. Bahasa adalah ilmu yang memiliki keterkaitan yang kompleks dengan banyak disiplin keilmuan terutama bidang humaniora. Mengajarkan bahasa bukan hanya soal bagaimana menggunakan pilihan kata yang baik, tetapi ada norma serta elemen penting yang berkaitan dengan situasi penggunaan bahasa tersebut.

Selain itu, bahasa adalah media yang paling sentral dalam menegosiasikan nilai, budaya dan bahkan ajaran agama dalam dunia sosial. Contoh yang paling sederhana, yang sering saya temui di kelas, yakni variasi aksen yang berbeda karna adanya perbedaan latar budaya yang dapat membuat seseorang ditertawai atau bahkan terintimidasi dalam waktu yang sama. Hal ini bisa saja terjadi secara tidak sengaja namun secara psikologi bisa menyebabkan seseorang merasa terdiskriminasi, dalam keilmuan linguistik hal ini disebut rasisme bahasa.

Rasisme bahasa mengacu pada perlakuan yang tidak menyenangkan seperti merendahkan, meminggirkan, atau mengucilkan individu atau kelompok orang dengan membangun dan melanggengkan hubungan kekuasaan yang tidak setara yang ditentukan oleh perbedaan ras dalam penggunaan bahasa (Rosa and Flores, 2017). Pembahasan tentang rasisme bahasa pertama kali diangkat oleh Masyarakat Linguistik Antropologi di Amerika Serikat di San Francisco, selepas Presiden Obama menyampaikan pidato kepresidenannya yang pertama yang menggunakan gaya “blaccent” (saya menerjemahkannya sebagai gaya bicara orang kulit hitam) yang kemudian mendapatkan banyak sorotan, mereka berkumpul untuk membahas perlukah kiranya domain bahasa disertakan dalam proyek-proyek yang berhubungan dengan ras dan rasisme.

News Feed