English English Indonesian Indonesian
oleh

Air Sungai Mirip OIi Bekas, Dewan Minta Segel Pabrik Pembuang Limbah

Dora sendiri mengaku sudah sering terserang penyakit. Sakit kepala parah sudah hampir menjadi langganan. Mengingat, dia tinggal hanya berjarak enam rumah dari sungai. Dia berharap pemerintah bisa bertindak adil. Setidaknya, ada perhatian yang diberikan kepada masyarakat setempat. “Jangankan di dermaga, kita duduk di sini saja baunya tajam sekali,” protesnya.

Hal serupa dialami Mia. Kondisi yang dia alami lebih parah, sebab dia tinggal di bantaran sungai. Rumahnya langsung bersentuhan dengan tepi sungai. Kata dia, dampak yang diterima tidak sekadar limbah dan polusi. Tetapi juga dampak sosial. Sebab, ketika ada tamu yang datang dari luar Bontoa, biasanya tidak mau mencicipi jamuan karena bau air sungai terlalu tajam.

“Saya itu sampai malu. Kalau ada tamu, dibikinkan teh atau minuman lain, tidak mau diminum. Karena baunya tajam sekali. Jadi tidak ada itu tamu yang betah lama-lama di rumah,” kata dia.

Selain itu, dampak lain juga disebabkan oleh suara dari pabrik. Kemudian, air olahan tebu terkadang terbawa angin dan menempel di atap rumah. Akibatnya, seng cepat berkarat dan lapuk. “Itu suaranya ribut sekali. Belum lagi kalau air tebunya dibawa angin. Itu seng rumah saya, baru berapa bulan sudah berkarat semua. Kan cepat rusak juga kalau begitu,” keluhnya.

Bahkan dia mengaku, perusahaan tidak pernah memberi perhatian. Hanya bantuan gula pasir 2 kg dalam satu tahun. Selebihnya tidak ada apa-apa. “Kita cuma dikasih gula saja 2 kg. Itu pun satu kali satu tahun. Tidak ada juga obat-obatan. Seharusnya, paling tidak ada obat atau uang berobat untuk masyarakat di sini. Tidak lama kami mati semua gara-gara ini,” lanjutnya.

News Feed