English English Indonesian Indonesian
oleh

Genitnya Pemerintah dan Kiamat Kebudayaan

Puritanisme dan Kiamat Kebudayaan

Kehadiran UU pemajuan kebudayaan sesungguhnya menjadi asupan bergizi tidak hanya bagi para pelaku, praktisi dan akademisi kebudayaan, tetapi juga bagi komunitas adat seperti bissu serta komunitas lainnya yanh tersebar di seluruh lanskap Indonesia. Namun, secanggih apapun perangkat peraturan yang ditelurkan jika tidak diiringi dengan good governance dan citizenship education (edukasi/literasi kewargaan) akan menjadi hal yang mubazir.

Adapun demikian, kedua terma terakhir apabila berproses secara berkelanjutan, kemungkinan positifnya berimplikasi pada berjalannya agenda demokrasi yang sehat nan efektif. Pemahaman tentang kesadaran ‘melayani’ dapat membentuk ‘kesadaran kewargaan’ mengenai hak-hak fundamental sebagai warga negara-bangsa yang hidup di tengah-tengah lanskap multikultural. Dengan demikian, sebagai pemerintah, kepala daerah beserta jajarannya sudah barang tentu harus menjadi ‘agen aktif’ dalam menggalakkan kolaborasi antar warga (baik warga komunitas adat maupun warga urban termodernisasi), serta membudayakan dan mengedukasikan struktur serta kultur demokratis dalam berbagai dimensi; politik, ekonomi, sosial-budaya, pemahaman lintas-budaya (multikulturalisme dan kosmopolitanisme), dan kelestarian lingkungan.

Khusus untuk dimensi sosial-budaya, pemahaman lintas budaya, dan kelestarian lingkungan, poin-poin ini ikut termaktub dalam agenda besar pemajuan kebudayaan. Selain merekonsiliasi keragaman budaya, bahasa, religi, falsafah hidup, sampai kearifan tata-kelola lingkungan dari berbagai komunitas adat tradisional hingga masyarakat urban yang telah termodernisasi, di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu tujuannya jangka panjangnya adalah mengkonstruk suatu sistem pengetahuan yang berkelindan dengan pemosisian diri (sebagai warga negara-bangsa) di tengah arus perubahan era digital, dalam rangka penguatan identitas nasional.

News Feed