English English Indonesian Indonesian
oleh

Genitnya Pemerintah dan Kiamat Kebudayaan

Peminggiran terhadap hak dasar tersebut berarti pelanggaran terhadap hak asasi individu maupun kelompok, pula pengkhianatan terhadap cita-cita luhur pembentukan republik ini. Terlebih jika hal tersebut dilakukan oleh sekelompok individu yang dimandatariskan sebagai ‘wali’ yang wajib memperjuangkan juga menata-kelola hak tersebut dalam kehidupan berwarga dan bernegara. Sungguh sebuah tragedi bila yang seharusnya menjadi garda terdepan menjaga warisan budaya dan peradaban, justru asik larut dalam pemahaman dangkal mengenai praktik berkebudayaan di negerinya sendiri.

Alih-alih memaknai landasan filosofis tersebut untuk menyejaterahkan, yang terjadi justru menguatnya sentimen pribadi berbasis puritanisme agama yang dibungkus sebagai ‘hak prerogatif pemerintah’, dalam upaya meminggirkan bahkan “menyingkirkan” fungsi keberadaan kelompok budaya, seperti yang terjadi pada HJB ke-692. Alih-alih menjaga dan melestarikan warisan kekayaan peradaban, para ‘wali’ lebih asyik ‘bergenit-genit’ dengan persoalan ‘moralitas’ yang tidak sama sekali memanusiakan masyarakatnya. Mengurusi kejernihan moral (moral clarity) masyarakatnya tapi lantas ‘membunuhnya’ secara perlahan nan sadistis. Bagaimanana mungkin tercapai kondisi ‘Summum Bonum’ (kebajikan tertinggi) di tengah lanskap kemajemukan, jika perspektif moral yang dipaksakan hanya dilandaskan pada satu domain moral ethic? Kemungkinan paling dekat yang akan terjadi justru kondisi ‘perang semua melawan semua’ (Bellum Omnium contra Omnés). Entah apa yang merasuki para ‘wali’ kita yang mulia itu.

News Feed