English English Indonesian Indonesian
oleh

Krisis Kesehatan Mental dan Literasi pada Masa Pandemi

Kemampuan literasi bukan berkutat pada hanya hal membaca saja, perlu ditelusuri lebih lanjut, bacaan apa dan model literasi seperti apa. Kita ambil contoh selama masa pandemi, dunia Pendidikan memang tetap memacu kita untuk membaca, namun apakah sekedar tugas sekolah, tugas kuliah, misalnya. Hingga esensi membaca hanya berputar-putar itu saja hanya memenuhi tugas saja.

Literasi yang baik menurut saya, bukan pada buku saja, tetapi bagaimana kita dapat berliterasi akan lingkungan sekeliling kita, bagaimana hasil literasi kita dapat berempati dengan orang sekitar, saling membangun, kerja sama, saling menguatkan selama pandemi. Banyak hal yang menjadi semakin tak acuh.

Misal kita ambil contoh banyaknya kabar duka yang beredar dengan cepat di media sosial, kita hanya dapat mengucapkan bela sungkawa hasil salin yang terus-menerus akhirnya sudah menjadi terbiasa. Yah, ini hanya contoh kecil saja dan banyak hal lainnya. Padahal kehilangan orang yang disayangi, keluarga yang ditinggalkan tak khayal juga menjadi depresi seketika.

Semua orang berpotensi gangguan kesehatan mental termasuk saya karena berbagai faktor, bahkan dalam koridor akademisi bisa saja terjadi karena serangan depresi tuntutan standar kinerja, masalah keluarga dan sebagainya. Orang yang sehat, bukan hanya fisik, tetapi dapat mengendalikan emosional, pikiran, perasaan dan perilaku.

Orang yang sehat secara emosional, tentu saja bisa marah, sedih, stress, tetapi mampu mengolah emosi menjadi positif tidak berimbas ke orang lain. Disinilah peran literasi, saya pikir orang-orang yang mampu berliterasi dengan baik, akan mampu mengendalikan kesehatan mental serta perilaku mereka dalam bersosialisasi, lebih dapat berimpati dan menghargai satu sama lain. (*)

News Feed