English English Indonesian Indonesian
oleh

Jelang Kepulangan Saenal dari Vonis Mati Jadi Bebas, Bahagia dan Pilu Keluarga Menyatu

PULUHAN tahun Mading (79) dan Subariah (77) terus berdoa untuk anak mereka, Saenal Abidin. Sejak memutuskan merantau ke Malaysia pada awal 1990-an, praktis orang tua tak pernah lagi bertemu dengannya.

Tak terhitung doa-doa yang mereka panjatkan. Perjuangan terus mereka tempuh tanpa mengenal lelah. Memohon kepada pemkab, pemprov, hingga pemerintah pusat agar menjembatani pembebasan Saenal.

Bupati berganti, demikian juga gubernur. Termasuk menlu juga bergantian. Mereka selalu membantu keluarga di Pangkep untuk meringankan hukuman Saenal yang tervonis hukuman mati lantaran kasus pembunuhan yang tak disengaja.

Dengan sabar Mading dan Subariah memanjatkan doa tak putus. Hingga akhirnya, perjuangan sang ayah harus terhenti pada 4 Maret 2023. Tahun lalu, ayah dari Saenal itu mengembeskan napas terakhir di sisa perjuangannya mengharap Saenal bebas dan kembali ke kampung halaman.

Terpilihnya Anwar Ibrahim menjadi Perdana Menteri (PM) Malaysia membawa angin segar bagi Saenal. Hukuman matinya ditinjau ulang. Pengadilan memutuskan Saenal bebas.

Tentu saja keluarga besar sangat bahagia. Di sisi lain, juga bersedih. Sebab, Saenal akan tiba di rumahnya, tanpa bisa lagi menyaksikan, memeluk, dan bersimpuh di kaki sang ayah. Bahagia dan pilu menyatu.

Beberapa tahun lalu, di depan rumah mereka di Kampung Masigi, Desa Taraweang, Kecamatan Labakkang, Pangkep berdiri warung. Di sanalah sehari-hari Subariah dan anak-anaknya kerap berkumpul.

“Alhamdulillah… Konjen sudah bertemu dengan Saenal secara langsung,” ujar Sulhayati, adik dari Abidin saat FAJAR berkunjung ke tempatnya, Selasa, 6 Maret 2018.

News Feed