English English Indonesian Indonesian
oleh

Firli Punya Banyak Masalah

SEJAK awal namanya mencuat di KPK, Firli Bahuri sebenarnya sudah diragukan. Terutama karena ada catatan pelanggaran kode etik selama menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK periode 2018–2019.

Pada Mei 2018, kala Firli baru sebulan menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, dua kali dia bertemu Gubernur NTB kala itu M. Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang. Saat itu KPK menyelidiki kasus dugaan korupsi dalam divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara, dan TGB berstatus sebagai saksi.

Pada Agustus 2018, ditemukan Firli menjemput saksi yang hendak diperiksa oleh KPK dalam kasus pengurusan Dana Insentif Daerah Kabupaten Tabanan, Bali, yaitu Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar.

Kala itu Firli menjemput Bahrullah di lobi Gedung KPK, lalu mengajaknya ke ruangan kerjanya di lantai 12. Pertemuan itu kemudian diketahui oleh penyidik KPK yang saat itu masuk ke dalam ruangan Firli.

Firli berkilah penjemputan itu wajar. Alasannya, BPK merupakan mitra kerja KPK. Walaupun begitu, Dewan Pengawas KPK menilai tindakan Firli melanggar kode etik, sebab yang berwenang menjemput saksi adalah penyidik.

Pada Juni 2020, Firli naik helikopter dalam kegiatan pribadinya di Baturaja, Sumatera Selatan. Akibatnya, Firli mendapat teguran ringan dan ia meminta maaf kepada masyarakat.

Firli juga terseret isu pembocoran berkas laporan kasus korupsi di lingkungan Kementerian ESDM tahun anggaran 2020-2022 pada Maret 2023. Kebocoran dokumen itu mencuat saat penyidik KPK menggeledah kantor Kementerian ESDM pada 27 Maret 2023.

Terbaru dan sedang berproses adalah kasus dugaan pemerasan Firli terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL) kala masih menjabat sebagai Menteri Pertanian (Mentan). Polda Metro Jaya sedang menangani perkara yang dilaporkan SYL, yang juga eks Gubernur Sulsel dua periode itu.

Foto pertemuan Firli dan SYL juga sudah menjadi konsumsi publik. Artinya, Firli tak lagi bisa mengelak atas perjumpaan dengan pihak yang sedang dilaporkan ke KPK itu. Secara prinsip, pertemuan itu diduga sangat bermasalah dan mengarah pada pelanggaran etik dan pidana.

Firli sendiri mengakui bertemu SYL pada Maret 2022. Sementara laporan dugaan korupsi di Kementan masuk sejak Februari 2020 alias sebelum pandemi Covid-19 menyerang Indonesia. Terlepas laporan mana yang menyeret SYL jadi tersangka, pertemuan dan dugaan pemerasan itu perlu disikapi secara etik dan pidana.

Deretan masalah Firli ini telah membuat sejumlah mantan penyidik idealis KPK angkat suara. Mantan penyidik senior KPK Novel Baswedan bahkan dengan tegas menyebut KPK Era Firli Bahuri yang kinerjanya paling parah sepanjang sejarah.

Menurutnya, Firli memenuhi unsur pidana karena melakukan pertemuan dengan pihak berperkara, dalam hal ini Syahrul Yasin Limpo. Novel merupakan salah satu persoalan lain di masa Firli. Dia dikeluarkan dari KPK pada era Firli karena tidak sejalan dengannya. Dalihnya, Novel tidak memenuhi kualifikasi tes wawasan kebangsaan (TWK).

“Firli Bahuri ini seperti benalu di KPK. Kehadirannya merusak citra KPK, mengganggu independensi KPK, dan mengobrak-abrik kerja KPK,” sesal Kurnia Ramadhana, peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW).

Problem Firli lainnya adalah ditemukannya safe house yang digunakan di Jalan Kertanegara Nomor 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Polisi menemukan rumah ini kala mengusut dugaan pemerasan Firli terhadap SYL.

Yang menarik, rumah itu itu ternyata disewa tidak langsung oleh Firli. Rumah tersebut diketahui dimiliki oleh seseorang berinisial E. Lalu disewa oleh bos tempat hiburan malam, Hotel Alexis, Alex Tirta. Artinya, Firli mendapat fasilitas dari bos THM.

Publik berharap deretan dugaan pelanggaran Firli ini bisa segera mendapatkan kejelasan, terutama dari kepolisian dan Dewan Pengawas KPK. Polisi mengusut dugaan pemerasan Firli, KPK menginvestigasi dugaan pelanggaran etiknya. (*)

News Feed