English English Indonesian Indonesian
oleh

Menggugat “Penghancuran” Bangunan Cagar Budaya di Kabupaten Maros

OLEH: Yadi Mulyadi

Staf pengajar Departemen Arkeologi FIB Unhas / Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi Sulawesi Selatan

Maros kembali menjadi pembicaraan di media online dan media sosial, khususnya komunitas pelestari budaya, terkait dengan adanya “pembongkaran” salah satu bangunan bersejarah yang juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Hal ini dipicu postingan di Instagram @aliansipedulibudaya pada 28 September 2023 yang memberitakan bahwa telah terjadi pembongkaran bangunan cagar budaya di Maros. Dalam narasinya yang juga disertai dengan poster, @aliansipedulibudaya menyebutkan bahwa bangunan tersebut dibangun tahun 1905 pada masa pemerintahan Hindia Belanda, dan difungsikan sebagai Kantor Kontrolir.  “Pembongkaran” bangunan tersebut merupakan tahapan kegiatan fisik yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang, Perhubungan dan Pertanahan (DPUTRPP) Kabupaten Maros, terkait dengan rencana menjadikan bangunan ini sebagai Sekretariat Badan Pengelola Unesco Global Geopark Maros Pangkep.

Isu ini kemudian diberitakan salah satu media online pada 30 September 2023 dengan judul “Rusak Cagar Budaya, Pemerintah Tidak Libatkan TACB” yang memuat pernyataan Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Maros, bahwa dalam kasus ini TACB tidak pernah dilibatkan DPUTRPP Kabupaten Maros. Padahal seharusnya setiap kegiatan yang terkait dengan cagar budaya, harus dikoordinasikan dengan TACB untuk memastikan prosedur pelestarian cagar budaya dilaksanakan. Lalu pada 1 Oktober 2023 di media online yang lain dimuat dengan judul berita “Pemkab Kucurkan Rp1,4 M untuk ‘Rusak’ Cagar Budaya di Maros, Aktivis Ungkap 2 UU Diduga Dilanggar”. Dalam berita ini dimuat pendapat salah seorang aktivis Maros yang mengatakan bahwa, pembongkaran yang dilakukan Pemkab Maros diduga melanggar peraturan perundang-undangan soal cagar budaya dan kepariwisataan. Hal ini karena bangunan tersebut telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Bupati Maros. Sehingga jika prosedur pelestarian cagar budaya tidak dilakukan maka terjadi pelanggaran terhadap undang-undang cagar budaya.

Media yang sama, memuat kembali pemberitaan pada 2 Oktober 2023 dengan judul “Bangunan Kantor Controller Maros dan Saksi Sejarah Pengakuan Kedaulatan Terancam Hilang itu Ternyata Miliki Segudang Nilai Sejarah”. Dalam berita tersebut dipertegas status bangunan itu sebagai cagar budaya mengacu pada penetapan bangunan itu sebagai situs bangunan Cagar Budaya melalui Surat Keputusan Bupati Maros Nomor 360/KPTS/433/IX/2002. Selain itu memuat juga pernyataan Sekretaris TACB Kabupaten Maros yang mengungkapkan penggunaan bangunan kolonial belanda itu terus dimanfaatkan dari masa ke masa selama 81 tahun lamanya dari Tahun 1942 hingga 2023. Dengan demikian bangunan ini memiliki nilai sejarah yang penting dan harus dilindungi.

Tanggapan dari pihak DPUTRPP Kabupaten Maros, sebagai penanggung jawab proyek tersebut baru dimuat dalam berita oleh salah satu media online, pada 6 Oktober 2023 dengan judul “Pemerintah Anggap Gedung Controller Maros Bukan Situs Cagar Budaya Meski sudah Ditetapkan Bupati”. Dalam berita ini Kepala DPUTRPP Kabupaten Maros mengatakan bahwa memang TACB Kabupaten Maros tidak dilibatkan, karena berdasarkan koordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maros, disimpulkan bahwa bukan merupakan situs cagar budaya, karena pihak dinas tidak memiliki surat keputusan bangunan tersebut sebagai cagar budaya. Oleh karena itu, tidak ada dasar DPUTRPP Kabupaten Maros melibatkan TACB.  Meski demikian, Kepala DPUTRPP Kabupaten Maros mengungkapkan tidak menutup kemungkinan pelibatan TACB meski proses pembongkaran telah dilaksanakan.

Cagar Budaya atau bukan?

Pernyataan Kepala DPUTRPP Kabupaten Maros menjadi antiklimaks terkait dengan pemberitaan-pemberitaan sebelumnya yang tegas menyatakan bahwa itu adalah cagar budaya. Mari kita cermati bersama, apakah bangunan tersebut cagar budaya atau bukan. Dasar hukum tentang cagar budaya diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, beserta peraturan turunannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 tentang Permuseuman, Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya, dan Permendikbudristek Nomor 36 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Register Nasional Cagar Budaya. Lalu di tingkat pemerintah daerah terdapat Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya, dan Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 32 Tahun 2001 tentang Pelestarian Situs dan Benda Cagar Budaya.

Dalam peraturan perundangan tersebut, tercantum pengertian Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Kemudian pada Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya, Pasal 158 disebutkan bahwa Cagar Budaya yang telah ditetapkan sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku tetap berstatus sebagai Cagar Budaya sesuai dengan keputusan status Cagar Budaya yang dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota.

Berdasarkan pada pasal tersebut maka bangunan yang saat ini dalam proses pengerjaan oleh DPUTRPP Kabupaten Maros, adalah cagar budaya mengingat telah ditetapkan sebagai situs bangunan Cagar Budaya melalui Surat Keputusan Bupati Maros Nomor 360/KPTS/433/IX/2002. Oleh karena itu setiap aktifitas yang akan dilakukan harus sesuai prosedur cagar budaya, termasuk ketika akan dimanfaatkan untuk kepentingan lain.

Prosedur Pelestarian Cagar Budaya

Jika kita cermati, kegiatan yang dilaksanakan oleh DPUTRPP Kabupaten Maros ini bertujuan untuk mengoptimalkan kembali bangunan ini agar dapat dipergunakan sebagai Sekretariat BP Geopark Maros Pangkep. Tujuannya baik, sebagai bentuk apresiasi Pemerintah Kabupaten Maros kepada BP Geopark Maros Pangkep yang telah berhasil mengantarkan Geopark Maros Pangkep menjadi Unesco Global Geopark. Kemudian berdasarkan pada pertimbangan kondisi bangunan ini yang memang perlu perbaikan maka dialokasikan anggaran untuk itu perbaikannya.  Pada titik inilah yang semestinya dioptimalkan koordinasi dengan pemangku kepentingan yang terkait dan yang memahami dengan benar mengenai cagar budaya.

Keberadaan papan nama di lokasi bangunan ini sudah jelas menegaskan bahwa ini adalah bangunan cagar budaya, sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya. Terlepas DPUTRPP maupun Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan tidak pernah melihat SK Bupati Maros mengenai penetapan bangunan ini sebagai Cagar Budaya. Bahkan sebenarnya dengan mengikuti prosedur cagar budaya, pihak DPUTRPP Kabupaten Maros memiliki panduan yang jelas tahapan dan prosedur apa yang harus dilakukan dalam melestarikan bangunan cagar budaya ini.

Jika mengacu pada tujuan DPUTRPP Kabupaten Maros, dalam ranah cagar budaya kegiatan pada bangunan ini masuk dalam ranah pemugaran yang merupakan bagian dari perlindungan cagar budaya. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, pasal 1 ayat 28, Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau Teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya. Secara lebih detail, pemugaran diatur pada Pasal 77 yang memuat prinsip dasar dan ketentuan terkait pemugaran. Kemudian hal lebih teknis terkait pemugaran ini diatur lebih detail pada Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya mulai dari Pasal 95 sampai pasal 108. Salah satunya dijelaskan pada Pasal 102 yang menyebutkan bahwa Pemugaran terhadap Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya dilakukan dengan tahapan: a. praPemugaran; b. Pemugaran; dan c. pascaPemugaran.

Hal yang lebih teknis mengenai pemugaran pada Bangunan Cagar Budaya, bahkan telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Cagar Budaya yang Dilestarikan. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa Bangunan Gedung Cagar Budaya yang selanjutnya disingkat BGCB adalah bangunan gedung yang sudah ditetapkan statusnya sebagai Bangunan Cagar Budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Cagar Budaya. Peraturan ini memberikan informasi yang lengkap bagaimana pemugaran pada Bangunan Cagar Budaya harus dilakukan. Jadi sebenarnya, sudah sangat lengkap langkah-langkah dan prosedur yang harus ditempuh oleh DPUTRPP Kabupaten Maros dalam melaksanakan aktivitas fisik di bangunan cagar budaya bernilai sejarah yang ada di Kabupaten Maros, termasuk bangunan cagar budaya yang saat ini menjadi polemik di media. Pernyataan Kadis DPUTRPP Kabupaten Maros yang tetap membuka ruang untuk pelibatan TACB Maros harus segera ditindaklanjuti secara nyata.

Aktivitas yang berlangsung saat ini harus segera dihentikan untuk sementara, kemudian lakukan seluruh prosedur pelestarian cagar budaya yang diatur dalam peraturan perundangan. Hal yang perlu dipahami bahwa tujuan pemugaran pada bangunan cagar budaya yaitu untuk memperbaiki, memperkuat dan mengawetkan cagar budaya dalam rangka mengembalikan kondisi fisik yang rusak melalui pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi dan restorasi. Sasaran yang ingin dicapai adalah terlaksananya kegiatan pemugaran sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan sehingga dapat dimanfaatkan seluas-luasnya dengan benar untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan dan pariwisata.

Dengan demikian pemugaran cagar budaya merupakan pekerjaan spesifik, dalam hal ini terkait dengan kegiatan pelestarian cagar budaya yang harus dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis dan administratif. Oleh karena itu kegiatan pemugaran harus dilakukan melalui prosedur studi atau penilaian guna memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan. Studi atau penilaian sebagaimana tersebut di atas merupakan tahapan kegiatan dalam rangka menyusun rencana kerja secara sistematis dan terukur untuk pedoman pelaksanaan. Dalam hal ini studi dan perencanaan dimaknai sebagai standar operasional prosedur dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan pemugaran sesuai dengan kaidah-kaidah pelestarian cagar budaya. Tahapan studi dan perencanaan ini meliputi studi kelayakan, studi teknis dan perencanaan pemugaran.

Dalam konteks permasalahan ‘pembongkaran’ cagar budaya di Maros ini, perlu segera dibentuk tim untuk mengevaluasi dampak dari aktivitas yang telah dilakukan pada bangunan ini. Tim yang dibentuk melibatkan tenaga ahli pemugaran dan tim ahli cagar budaya yang memiliki sertifikat kompetensi. Tim ini harus diberikan alokasi waktu yang cukup untuk mengevaluasi guna menghasilkan rekomendasi tahapan pemugaran yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang harus bertanggung jawab memastikan seluruh prosedur pelestarian dilaksanakan. Untuk mewujudkan terlaksananya kegiatan yang efisien dan efektif, pemugaran dilakukan melalui tahapan pelaksanaan yang dikelompokkan ke dalam pekerjaan persiapan, pekerjaan pelaksanaan, dan pekerjaan penyelesaian. Pekerjaan Persiapan adalah tahapan pelaksanaan kerja dalam rangka mempersiapkan segala sarana dan prasarana pemugaran. Pekerjaan pelaksanaan adalah tahapan pelaksanaan kerja pemugaran yang meliputi pemugaran bangunan dan penataan lingkungannya. Pekerjaan penyelesaian adalah tahapan pelaksanaan kerja dalam rangka mengakhiri seluruh pekerjaan pemugaran. Penerapan prosedur cagar budaya adalah solusi bukan sesuatu yang menghambat pembangunan. Semoga kita semua bisa belajar dari kasus ini, dan mari kita bangun persepsi yang sama bahwa tugas kita bersama untuk menjaga, melindungi, dan melestarikan cagar budaya warisan bangsa. (*)

News Feed