English English Indonesian Indonesian
oleh

Hilirisasi Nikel, Ilusi Kesejahteraan dan Penghancuran Biodiversity Sulawesi

OLEH:  Sunardi, WALHI Sulawesi Tengah / Andi Rahman, WALHI Sulawesi Tenggara / Muhammad Al Amin, WALHI Sulawesi Selatan

Hilirisasi mineral atau industri nikel tiba-tiba menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Hal ini dikarenakan pernyataan Presiden Joko Widodo saat berpidato di sidang tahunan MPR RI pada 16 Agustus 2023, yang mengatakan bahwa hilirisasi nikel di Indonesia telah memberikan keuntungan yang besar bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Selain itu, 43 smelter nikel yang telah dibangun di Indonesia akan menghasilkan peluang kerja yang sangat besar bagi masyarakat Indonesia.

Dari pernyataan tersebut, kami menilai Presiden Joko Widodo sangat senang dan bangga dengan pencapaian tersebut. Presiden sepertinya ingin mengatakan ke seluruh warga Indonesia bahwa berkat hilirisasi, ada lonjakan investasi di sektor mineral nikel yang ikut berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi Indonesia. Namun sayangnya, Presiden tidak jujur dan terbuka mengenai berbagai persoalan dan dampak negatif akibat hilirisasi mineral nikel di Indonesia, khususnya di daerah-daerah penghasil nikel seperti Sulawesi.

Presiden Jokowi saat berpidato membeberkan keuntungan besar yang didapatkan Indonesia dari hilirisasi nikel yang dijalankan pemerintahannya selama ini. Salah satunya meningkatnya pembangunan pabrik smelter nikel di Indonesia. Presiden pun menganggap peningkatan smelter nikel di Indonesia telah memberikan peluang kerja yang besar bagi rakyat Indonesia. Atas dasar itu, Jokowi mengatakan hilirisasi tidak boleh berhenti pada nikel dan bahan tambang lainnya

Namun, menurut pendapat kami, penjelasan yang disampaikan presiden tak sepenuhnya benar dan semakin beresiko terhadap keselamatan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan hidup. Aliansi Sulawesi menilai pernyataan Presiden Jokowi dalam pidatonya tentang keuntungan negara dalam hilirisasi nikel adalah pernyataan yang tidak didasari fakta, data dan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Bahkan kami berani mengatakan bahwa pernyataan presiden keliru dan terkesan membolak balikkan fakta terkait daya rusak hilirisasi atau smelter baik dari segi lingkungan maupun perekonomian masyarakat. 

Pernyataan Presiden Joko Widodo tentang keberhasilan pemerintah membuat banyak lapangan pekerjaan dari sektor industri nikel sangatlah tidak benar bila kita bandingkan dengan daya rusak industri nikel yang mengakibatkan ribuan bahkan puluhan ribu petani dan nelayan kehilangan mata pencaharian. Juga bila kita bandingkan dengan jumlah perempuan yang menganggur akibat tidak memiliki pekerjaan dan kehilangan mata pencaharian. 

Saat ini, dari data yang kami peroleh menunjukan bahwa angka kemiskinan di Pulau Sulawesi, ladang nikel terbesar dan salah satu pusat nikel di dunia, masih sangat tinggi bahkan setelah adanya hilirisasi nikel. Data Aliansi Sulawesi menunjukan bahwa tingkat kemiskinan Sulawesi Tengah mencapai 12,33 persen dari populasi atau termasuk 10 provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. Kondisi juga tercermin dari rasio gini dan pendapatan daerah yang rendah bila dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. 

Sedangkan di Sulawesi Selatan, data penduduk miskin mencapai 8,70%. Kemudian di Sulawesi Tenggara, angka kemiskinan di Sulawesi Tenggara mengalami pertumbuhan tertinggi yakni di angka 10,11%. Angka ini bahkan merupakan rekor pertumbuhan warga miskin tertinggi dalam delapan tahun terakhir. 

Dari tren kenaikan angka kemiskinan di tiga provinsi penghasil nikel terbesar di dunia ini menunjukkan bahwa narasi hilirisasi dapat membuka ribuan lapangan kerja masih sekedar omong kosong sebab tidak menjawab hilangnya lapangan pekerjaan bagi petani, nelayan dan perempuan. Malah faktanya, keberadaan industri nikel malah menambah kerusakan ekosistem hutan hujan, sungai, danau, hingga pesisir dan laut yang selama ini menjadi sumber penghasilan masyarakat lokal yang berprofesi sebagai petani dan nelayan. 

Sebagai narasi tanding, kami aliansi Sulawesi perlu menjelaskan ke publik fakta yang sesungguhnya, agar publik tidak menelan mentah-mentah pidato Presiden Joko Widodo sebagai sebuah kebenaran. Kami perlu menjelaskan bahwa akibat proyek hilirisasi nikel ada banyak dampak yang ditimbulkan, baik kepada lingkungan hidup utamanya kepada masyarakat. 

Perusakan Hutan Hujan dan Penghancuran Biodiversity Sulawesi

Akibat dari proyek hilirisasi mineral atau pembangunan smelter nikel di Indonesia, aktivitas tambang nikel di Sulawesi semakin meningkat dan tak terkendali. aktivitas tambang ilegal nikel pun semakin massif. akibatnya, hutan dirusak, sungai-sungai dicemari logam berat dan pesisir dan laut dicemari lumpur.

Bila kita kaji lebih dalam, ekosistem hutan hujan di Sulawesi memiliki nilai ekologi yang sangat tinggi. Ekosistem hutan hujan tidak hanya sebagai sumber ekonomi dan penyangga bagi kehidupan masyarakat melainkan sebagai habitat yang sangat esensial bagi flora dan fauna endemik Sulawesi. Sehingga akibat dari pertambangan nikel yang semakin meningkat dan “brutal” untuk memenuhi pasokan ore nikel ke smelter atas nama hilirisasi, habitat flora dan fauna sulawesi dihancurkan. 

Dalam pengamatan kami, saat ini hampir seluruh aktivitas tambang nikel di Sulawesi dilakukan tanpa memperhatikan aspek perlindungan bagi keanekaragaman hayati Sulawesi. Perusahaan-perusahaan tambang yang menyuplai ore nikel ke smelter-smelter nikel di Sulawesi telah berkontribusi secara langsung menghancurkan hutan yang secara langsung menghancurkan rumah bagi hewan-hewan endemik Sulawesi. 

Di sisi lain, pemerintah juga tidak melindungi keanekaragaman hayati dari ancaman kerusakan akibat aktivitas tambang nikel. Bahkan atas nama hilirisasi, pemerintah malah menerbitkan izin-izin usaha pertambangan di dalam kawasan hutan. Berdasarkan catatan dan kajian Aliansi Sulawesi, Pemerintah telah menerbitkan 188 IUP di dalam kawasan hutan di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Kabupaten Konawe dan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Morowali dan Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Adapun luas kawasan hutan yang dikorbankan pemerintah untuk menyuplai ore nikel ke smelter-smelter nikel di Sulawesi seluas 372.428 Ha. 

Masalah ini sama sekali tidak disampaikan oleh presiden dalam pidatonya. Presiden hanya melihat hilirisasi sebagai lapangan kerja dan pemasukan negara dari pajak. Presiden sama sekali tidak melihat hutan hujan dan ekosistem lainnya yang setiap hari rusak akibat tambang nikel. Presiden tidak melihat adanya penghancuran keanekaragaman hayati akibat hilirisasi nikel. 

Pencemaran udara dan air

Selain kerusakan hutan dan penghancuran keanekaragaman hayati Sulawesi, smelter nikel  atau hilirisasi nikel memberikan dampak lingkungan berupa pencemaran terhadap lingkungan seperti polusi udara dan air. Aktivitas smelter yang membawa material mentah nikel dalam bentuk Ore yang diambil dari daerah  ultrabasa yang terdapat  lapisan  batuan yang  mengandung mineral nikel serta logam berat lainnya yang apabila terlepas dapat  mencemari air dan udara sekitar hingga menyebabkan berbagai macam penyakit bagi masyarakat sekitar maupun kepada pekerja.

Debu dan asap yang dihasilkan smelter dari proses peleburan bijih nikel dan PLTU Captive sebagai pendukung daya listrik smelter memberikan beban ganda terhadap lingkungan hidup, udara yang bersih dan sehat yang seharusnya menjadi hak masyarakat kemudian dirampas dan menjadi salah satu faktor utama meningkatnya penyakit pernapasan masyarakat. 

Di lain sisi dalam kasus pencemaran air, kehadiran hilirisasi nikel yang cenderung menampung Ore nikel memberikan teror pencemaran air, baik dari hulu penambangan nikel maupun di hilir pabrik smelter. Di Sulawesi kami mencatat berbagai krisis air bersih yang dialami oleh masyarakat yang berada dalam lingkaran smelter dan tambang nikel, seperti yang terjadi di Pulau Wawoni, Sulawesi Tenggara. Saat ini masyarakat harus mengkonsumsi air berwarna merah kecoklatan akibat lumpur tambang nikel.

Ditambah lagi, pengendalian racun dari limbah cair yang sangat buruk dari setiap smelter yang ada di pulau sulawesi memberikan kerentanan dan resiko yang berbahaya bagi kehidupan masyarakat yang mengandalkan daya dukung lingkungan perairan (sungai dan/atau pesisir) untuk sumber kehidupannya. Aliansi Sulawesi menemukan rata-rata perusahaan smelter di Sulawesi tidak memiliki standar dan sistem pengelolaan limbah yang baik. Akibatnya, sungai, danau dan laut di Sulawesi tercemar limbah. Bahkan ada beberapa sungai dan danau di Sulawesi tercemar logam berat jenis Kromium Heksavalen yang melebihi ambang batas baku mutu. Ini sangat berbahaya dan tidak pantas dilebih-lebihkan oleh Joko Widodo sebagai suatu keberhasilan.S

Smelter China Dominasi Hilirisasi Mineral Nikel di Indonesia 

Masyarakat Indonesia berhak tahu bahwa perusahaan smelter nikel yang beroperasi di Sulawesi Tengah, Sulawesi tenggara dan Sulawesi Selatan berasal dari negara China, Brazil dan Jepang. Namun hilirisasi mineral nikel di Indonesia saat ini didominasi oleh perusahaan China.  Menurut catatan Aliansi Sulawesi, perusahaan china setidaknya menguasai 80 persen smelter nikel di Indonesia. Di Sulawesi Selatan ada Huady Group. Di Sulawesi Tengah dan Tenggara dikuasai oleh Tsingsang dan Delong Group. Artinya, yang mendapatkan keuntungan paling besar dari hilirisasi nikel di Indonesia adalah group perusahaan China, perusahaan Brazil dan Jepang.

Bagi kami, aktivitas perusahaan-perusahaan smelter China ini perlu dievaluasi oleh pemerintah. Dan hal yang paling urgen untuk segera dievaluasi oleh pemerintah adalah standar perlindungan lingkungan dan sosial perusahaan China. Berdasarkan pengamatan kami, standar perlindungan lingkungan dan sosial perusahaan China di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, sangat sangat rendah. Bahkan, kami melihat, perusahaan-perusahaan China tersebut sangat abai terhadap dampak lingkungan dan sosial akibat operasi pabrik mereka. 

Contohnya di Sulawesi Selatan, bekas limbah smelter China di Kabupaten Bantaeng dijadikan sebagai timbunan reklamasi untuk perluasan pelabuhan jeti perusahaan. Menurut kami, langkah tersebut sudah sangat keliru, dan parahnya, pemerintah tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan pembuangan limbah tersebut. Akibatnya, hasil tangkapan nelayan menurun dan hasil produksi rumput laut petani juga ikut menurun. 

Sementara perusahaan tambang nikel yang mensuplai bijih nikel atau ore nikel ke smelter China adalah pengusaha nasional, artinya pihak yang paling besar mendapatkan keuntungan dari aktivitas jual beli ore nikel di Indonesia, khususnya di Sulawesi adalah pengusaha-pengusaha tambang nasional, bukan masyarakat lokal. Perusahaan-perusahaan ini juga tidak memiliki standar perlindungan sosial dan lingkungan. Sayangnya pemerintah Indonesia malah memberi jalan agar perusahaan-perusahaan tersebut merusak lingkungan, khususnya hutan, sungai dan laut. 

Akibatnya, sawah dan kebun masyarakat digusur dan terus terancam digusur, sumber air dicemari, masyarakat dipaksa menghirup udara kotor dan mendapatkan penyakit, sungai tercemar, laut dijadikan pembuangan limbah dan lumpur. Inilah potret hilirisasi yang dibanggakan oleh Presiden Joko Widodo melalui pidato di sidang tahunan MPR kemarin. 

Kami pun menilai, apa yang dinyatakan Presiden Jokowi kemarin adalah cara presiden menutupi fakta-fakta terkait dampak buruk dari kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia, khususnya di Sulawesi. Belum lagi persoalan korupsi sumber daya alam melalui aktivitas ekspor ilegal dan berbagai korupsi lainnya sehingga menimbulkan kerugian negara yang sangat besar.

Dari penjelasan di atas, kami berkesimpulan bahwa proyek hilirisasi nikel Presiden Joko Widodo berpotensi kuat membawa malapetaka yang lebih besar bagi masyarakat dan lingkungan di Sulawesi di masa yang akan datang. Oleh karena itu, kami menuntut kepada Presiden Joko Widodo untuk:

  1. Hentikan proyek hilirisasi dan moratorium pembangunan smelter nikel di Indonesia, khususnya di Sulawesi
  2. Kaji ulang seluruh aktivitas smelter nikel di Indonesia, khususnya di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.
  3. Hentikan penerbiitan izin-izin tambang nikel baru di Pulau Sulawesi.
  4. Tinjau ulang dan cabut seluruh IUP dan Kontrak Karya Tambang Nikel di dalam kawasan hutan dan wilayah kelola rakyat. 
  5. Hentikan pembangunan PLTU Captive di Pulau Sulawesi. (*)

News Feed