English English Indonesian Indonesian
oleh

Surga Itu di Kerumunan

Oleh: Hamdan Juhannis
Rektor UIN Alauddin

Saya selalu saja “bertekuk lutut” pada kepiawaian penyair besar kita, Kiai Zawawi Imron, terpesona pada cirinya memainkan kata dan caranya mengumbar makna. Coretan kali ini berangkat dari responsnya tentang sedekah pohon yang saya ulas sebelumnya.

Kiai Zawawi bertutur: “Sebatang biji pohon yang saya tanam, akan menjadi sebatang pohon. Namun sejuta pohon yang saya tanam akan menjadi hutan.” Lalu Kiai Zawawi melanjutkan untaiannya dengan menghubungkan pada praktek salat berjemaah.

Menurut beliau ada hikmah mengapa salat berjemaah diganjar 27 kali dibanding salat sendirian. Karena di sana ada kemuliaan dari pelajaran tentang hidup bersesama. Kalkulasi beliau, kalau sehari kita salat berjemaah, berarti secara matematis umur kita sama dengan 27 hari. Kalau salat berjemaahnya 5 kali sehari selama 10 tahun, umur kita bisa setara dengan 270 tahun. Menurut Kiai Zawawi bahwa secara kuantitatif, akumulasi salat berjemaah dan umur kita bisa tidak kalah dengan pahala lailatulqadar.

Jadi Kiai Zawawi sedang mendemonstrasikan keutamaan hidup berjemaah. Kiai Zawawi sedang mengetuk pintu pemahaman kita tentang kekuatan kebersamaan. Kiai Zawawi sedang menguji keabsahan tentang praktek kebersatuan. Kiai Zawawi sedang mengeksplorasi kekuatan sikap empati. Kiai Zawawi sedang berdefinisi tentang pesona keumatan.

Amsal yang disajikan Kiai Zawawi bukan sekadar bekerja, tetapi yang lebih penting bekerja sama. Luapan Kiai Zawawi bukan sekadar menanam tetapi yang lebih penting menanam bersama. Seruan Kiai Zawawi bukan hanya salat tetapi yang lebih penting adalah salat berjemaah.

News Feed