English English Indonesian Indonesian
oleh

Pemilu 2024 dan Promosi Pers Berkualitas

Oleh Adi Arwan Alimin, (Praktisi Media/Penulis)

Bolehkah wartawan atau jurnalis membincang eksistensinya? Ya, demikianlah yang berlaku Senin, 18 Desember kemarin. Puluhan awak media berkumpul di coffee ini, hingga jelang petang.

Tema besarnya mengenai bagaimana pers melaksanakan tugas dan fungsinya dalam menyukseskan Pemilu 2024. Pemilihan Umum bukan tanggung jawab penyelenggara semata, namun juga menjadi bagian dari amanah yang dipikul bersama. Meski dalam porsi yang berbeda, urusan elektoral lima tahunan ini mesti dijaga oleh warga negara.

Jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengambil peran pokok, dan fungsi secara teknis, masyarakat dan media memiliki porsi untuk memastikan pelaksanaan Pemilu berlangsung jujur, adil dan transparan. Agenda Senin ini juga menghadirkan Ketua KPU Provinsi Sulawesi Barat, Said Usman Umar. Dialog ini dipandu Imelda, host TVRI Sulbar.

Pertanyaan pemandu acara cukup kencang dan menukik, tidak hanya bagi hadirin yang notabene para wartawan se-Kota Mamuju, terlebih lagi pada penanggung jawab teknis penyelenggaraan Pemilu di daerah ini. Kepada penulis pun beberapa pertanyaan terbuka diajukan untuk memastikan, apakah media telah melaksanakan perannya untuk mengawal semua tahapan Pemilu 2024, khususnya di Sulawesi Barat.

Pers menurut UU Nomor 40 tahun 1999, memiliki empat tugas dan fungsi, yakni menjalankan kegiatan jurnalistik dan menjadi media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Dari poin ini telah dapat digarisbawahi bahwa pers memiliki fungsi yang sangat urgen untuk memastikan penyelenggaraan Pemilu berjalan berkualitas dan transparan. Ini hanya dapat dituai bila Pemilu dalam pengawasan atau kontrol media secara berimbang.

Kemarin, penulis menyebut bahwa setiap insan pers dan media tempatnya bekerja, harus berkomitmen dalam mengawal terselenggaranya Pemilu yang adil transparan dan berintegritas. Caranya, tentu melalui pemberitaan bertanggung jawab sesuai kode etik jurnalistik. Media yang bekerja di bawah Undang-Undang Pers, diundang atau tidak diundang dalam event kepemiluan apapun dapat melaksanakan tugas peliputannya.

Penulis juga menekankan dua hal penting mengenai isu atau wacana kepemiluan yang dapat dikembangkan, yakni berasal dari gagasan wartawan atau jurnalis dan kebijakan redaksi yang dijalankan untuk memenuhi misi dan tujuan setiap media.

Pers dalam peran pentingnya menyebarluaskan informasi (sosialisasi) mengenai proses dan regulasi Pemilu, kinerja peserta Pemilu, serta hak dan kewajiban pemilih memerlukan kolaborasi dengan penyelenggara Pemilu.

KPU membutuhkan pers, posisi KPU sebagai penyelenggara Pemilu mestinya menjadi ‘media darling’. Hubungan timbal balik keduanya harus dapat memadukan dan mencerminkan antara agenda kepemiluan yang terbuka, dan perilaku pembaca yang diwakili pers. Namun ini memerlukan kajian lebih dalam mengenai kebijakan, dan level media sesuai teori “influences on mass media content” dalam membingkai berita.

Program kolaboratif antara KPU dan media dapat dimulai penyediaan informasi, data yang transparan, dan menyelenggarakan model bimbingan teknis dan sosialisasi tahapan kepada awak media. Agar pers dapat lebih aktif melakukan pendidikan politik, yaitu membantu pemilih menentukan pilihan politik mereka.

Wartawan atau jurnalis idealnya menguasai setiap sisi tahapan yang diselenggarakan KPU. Mengapa demikian, karena yang dibutuhkan oleh pembaca dan warga pemilih bentuk produk jurnalistik yang mencerminkan kompetensi, standar etika, keakuratan informasi, dan keragaman sudut pandang media pada persaingan ketat elektoral.

Pers juga berperan penting dalam melakukan kontrol pelaksanaan Pemilu, dengan melaporkan praktik curang, yang dimulai sejak tahap pendaftaran pemilih hingga penghitungan suara. Pemilu yang disertai informasi yang benar, transparan, dan berimbang akan membawa perbaikan, khususnya menyangkut sistem pemilihan serta kualitas calon legislatif, dan calon presiden.

Informasi melalui pers terhadap pelaksanaan Pemilu dan kualitas calon, merupakan sarana bagi publik untuk melakukan ”fit and proper test”, sebelum menentukan pilihan terhadap calon wakil atau pemimpinnya.

Media dalam posisi ini dihadapkan pada tantangan sumber daya yang dimiliki, sebab jumlah caleg, durasi tahapan, dan janji kampanye yang hendak dielaborasi hampir tidak seimbang ruangnya, bila merujuk pada liputan yang mencakup semua hal ihwal Pemilu.

Tapi tahapan menuju 14 Februari 2024 masih cukup lapang. Pers diharapkan dapat mengambil peran pentingnya untuk mengawal tahapan yang sedang menuju Hari H tahun depan. Pers mesti tetap berdiri pada standar elemen jurnalisme. Tantangannya juga tidak mudah, karena irisan idealisme di newsroom selalu berdiri sejajar urusan bisnis yang kelola perusahaan media.

Persaingan memperebutkan kekuasaan politik dalam sistem demokrasi kita pun berlangsung terbuka. Beragam cara yang sesuai regulasi boleh dilakukan untuk merebut simpati pemilih. Diantara metode termudah, dan tercepat untuk menarik simpati pemilih yakni melalui ekspose di media massa.

Dalam perkembangan era digitalisasi yang sangat maju saat ini, media massa dan media sosial mengambil peran masing-masing. Sebagai mainstream atau arus utama, media sejatinya menunjukkan kualitas produk jurnalistiknya karena pembaca atau pemilih memerlukan sajian yang lebih cepat, namun tetap patuh verifikasi.

Perubahan ekosistem media saat ini memerlukan berita Pemilu yang sahih. Sebab ini bagian dari upaya kita untuk terus mempromosikan jurnalisme yang berkualitas. (*)

RUANG RINDU Mamuju, pukul 16.00.

News Feed