English English Indonesian Indonesian
oleh

Pers Indonesia, Masihkah Independen?

OLEH: Muh. Iqbal Latief, Dosen Sosiologi/Kapuslit Opini Publik LP2M Unhas

Insan Pers seluruh Indonesia, tahun ini kembali berkumpul untuk mermperingati Ultah (Ulang Tahun) Pers Nasional yang ke-77. Beberapa hari yang lalu, tepatnya 9 Februari Ultah tersebut dirayakan di Medan.  Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberi sambutan kala itu, secara tegas menyatakan bahwa media massa memiliki tantangan yang cukup berat dari berbagai sisi, namun ekssistensi media harus tetap didukung. Harapan Presiden Jokowi, media massa tetap harus menjadi sarana rujukan bagi masyarakat untuk mendapatkan berita yang tepat. Memasuki tahun politik (Pemilu 2024), media massa harus tetap berpegang teguh pada idealism, objektif, dan tidak tergelincir dalam polarisasi. (Berita Fajar 10/2 hal.1)

Sehari sebelumnya, insan pers Indonesia juga melakukan konvensi media nasional  yang bertema   “ Peluang Pers Di Masa Yang Menantang “.  Menkominfo  Johnny G. Plate sebagai pembicara menegaskan,  tantangan pers ke depan adalah harus mampu mengeliminir penyebaran informasi yang keliru berupa mis-informasi, dis-informasi dan mal-informasi yang terus berkembang di dunia digital atau cyber. Seharusnya ruang digital itu digunakan dan dimanfaatkan oleh jurnalis dalam memberikan informasi yang bermanfaat bagi pengguna gawai digital. 

Presiden Jokowi maupun Menkominfo Johnny G. Plate, secara tersirat memang melihat ada persoalan serius yang harus disikapi dan diantisipasi oleh insan pers Indonesia. Terdapat sejumlah masalah serius pers Indonesia saat ini, antara lain; (1) hiruk pikuk informasi bertebaran di jagat Indonesia khususnya di media sosial, sudah sangat tidak terkontrol. Efeknya, masyarakat makin tidak mampu menyaring dan menyeleksi mana saja berita atau informasi yang benar dan mana yang salah alias hoax. Fenomena ini sudah berlangsung lebih 10 tahun terakhir, tapi kita semua semakin tidak berdaya dengan arus informasi yang setiap menit bak air bah yang selalu membanjiri laman medsos (media sosial) dan yang “merendam” fikiran, sikap dan tindakan kita. Sekarang ini, semakin tidak mudah bagi masyarakat untuk memilih informasi dan berita yang diinginkan, karena mereka “dipaksa” untuk mengkonsumsi  semua berita dan informasi yang ditayangkan; (2) berkembangnya jurnalisme warga (citizen journalism) 5 tahun terakhir ini, juga memberi pengaruh yang signifikan terhadap “kesemrawutan” berita dan informasi di dunia virtual.  Padahal esensi kehadiran jurnalisme warga itu adalah partisipasi aktif yang dilakukan oleh masyarakat dalam kegiatan pengumpulan, pelaporan, analisis serta penyampaian informasi dan berita. Meski pun terkesan egaliter dan partisipatif, namun dalam prakteknya  jurnalisme warga terkesan timpang dan diskriminatif. Bahkan, dalam banyak kasus – berita maupun informasi yang dimunculkan  dalam bentuk jurnalisme warga – justru menimbulkan “ketakutan” dalam masyarakat.

Beragam masalah yang muncul terebut,hanya mungkin dieliminir jika media massa mainstream mampu memainkan perannya secara maksimal dan optimal dalam meredam berbagai berita dan informasi yang “menyesatkan” di media sosial.  Pers Nasional, harus mampu menyajikan berita dan informasi yang mampu menangkal berita hoax baik di media massa maupun media sosial.

Masihkah Independen

Sekarang ini, tahapan Pemilu tahun 2024 mulai berlangsung. Maknanya, seluruh komponen masyarakat Indonesia mulai terlibat langsung dalam proses politik 5 tahunan tersebut. Hari-hari belakangan ini, di Medsos sudah mulai ramai dan saban hari ditayangkan  bakal calon-calon Presiden RI dengan berbagai aktivitas dan issunya. Komunikasi politik sudah mulai jalan, bahkan antara satu tim bakal calon Presiden dengan lainnya, sudah mulai saling senggol di dunia maya. Lantas, bagaimana media massa mainstream menyikapi berbagai trik komunikasi politik yang mulai dimainkan para tim pemenangan ? Disinilah kembali diuji peran media massa dalam Pemilu tahun 2024, apakah masih punya nyali untuk berperan sebagai agen pencerdasan dan pemberdayaan masyarakat ataukah ikut larut dalam politik praktis?

Apalagi faktanya sekarang ini, media massa telah menjadi alat kapitalisme dan oligarki. Karena sudah banyak media massa, pemiliknya malah tokoh-tokoh politik bahkan pimpinan Partai politik (Parpol). Itulah sebabnya, ditengah kondisi seperti ini masyarakat kemudian bertanya; “ mungkinkah independensi pers, masih bisa ditegakkan ditengah kondisi bangsa yang mulai memanas karena Pemilu 2024? Menarik ungkapan Dahlan Iskan ketika memberi kuliah umum di Fisip Unhas beberapa waktu lalu, bahwa Pers yang independen sekarang ini, hanya mungkin kalau pemiliknya adalah orang pers. Tapi kalau pemiliknya bukan orang pers, ini yang menjadi masalah. Apalagi kalau pemiliknya, punya ambisi politik. Artinya, Pemilu 2024 adalah ujian terberat bagi Pers Indonesia untuk tetap independen. Semoga !!!!!     

News Feed