English English Indonesian Indonesian
oleh

Profesor Asal Jepang Bagi Ilmu di STIFA

FAJAR, MAKASSAR– Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFA) Makassar menggelar seminar nasional kefarmasian bertajuk ‘Sumber Daya Alam untuk Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Inovasi Pembangunan Berkelanjutan’. Agenda yang digelar di Aula STIFA tersebut menghadirkan dua profesor asal Jepang sebagai pemateri, pada Rabu, 9 Agustus 2023.

Dosen Institute of Natural Medicine, University of Toyama, Prof. Hiroyuki Morita mengatakan, dirinya merupakan akademisi yang dalam fokus penelitiannya sering mengangkat soal potensi sumber daya alami sebagai bahan kefarmasian (obat-obatan). Terutama, isolasi protein dari bakteri untuk dikembangkan menjadi bahan obat.

“Mengembangkan bahan alam terutama dari Indonesia mengambil beberapa sampel yang bisa dikembangkan, yang bisa diisolasi dari tanaman yang bisa dijadikan tanaman obat,” kata Prof Hiroyuki.

Dosen Program of Biotechnology, Hiroshima University, Prof. Kenji Arakawa mengungkapkan, ada beberapa ilmu dan praktek dari pendidikan kefarmasian di Jepang yang bisa diterapkan di Indonesia, khususnya Sulawesi Selatan. Namun, tidak sedikit juga yang terhalang regulasi.

“Keterbatasan instrumen, masalah aturan, kebijakan, jadi memang kolaborasi riset yang penting,” tukasnya.

Pada acara ini, turut jadi pemateri Dr. apt. Maulita Indrisari, S.Si, M.Si. Materi yang disampaikan yakni manfaat tanaman cemba sebagai bahan obat.

Ketua PD IAI Sulsel, Apt. Andi Alfian mengungkapkan, pemerintah Indonesia saat ini punya kebijakan mendorong produksi dan konsumsi obat-obatan herbal. Itu didukung animo masyarakat yang saat ini kata ia, juga mulai melirik obat herbal dibanding obat kimia.

“Bagi dunia kampus, dengan semakin terbukanya peluang penelitian, sumber daya yang baru berdasarkan pengalaman empiris yang dialami masyarakat juga semakin banyak yang teradopsi,” ujarnya.

Perguruan Tinggi Farmasi, kata Alfian, ke depannya perlu memiliki kantong binaan. Para mahasiswa maupun tenaga pengajar yang dimiliki harus dimaksimalkan untuk terjun ke masyarakat dalam hal sosialisasi dan edukasi.

“Misalnya STIFA punya desa binaan di sebuah daerah, kemudian masyarakat bisa diedukasi bagaimana memanfaatkan sumber daya alam di lingkungannya untuk meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit, hingga pengobatan penyakit ringan,” katanya. (uca/iad)

News Feed