English English Indonesian Indonesian
oleh

Agussalim, Dosen dan Sang Petualang Kecapi

“Saya mencoba menggali dengan cara yang berbeda dengan orang-orang yang ada di kampung yang belajar dengan cara otodidak, sedangkan saya karena memiliki background musik, musik barat, musik tradisonal sehingga berusaha untuk mengombinasikan menjadi permainan kecapi yang unik,” sambungnya.

Pria kelahiran 17 Agustus 1971 itu mengatakan permainan kecapinya kemudian diunggah di akun Youtube yang menggiring masyarakat penasaran akan sosoknya bermain kecapi secara langung sehingga mendapat banyak undangan. “Saya diundang oleh komunitas orang Bugis yang berada di rantau (luar negeri). Saya pernah main di Kendari, Tarakan,” lanjutnya.

Pria berumur 52 tahun itu juga memanfaatkan kecapi untuk menggali potensi budaya Bugis “Saya berkarya dengan lagu Bugis dalam bentuk elong, puisi-puisi Bugis, nyanyian, prosa, bercerita, saya angkat dan kombain dengan permainan kecapi,’’ ujarnya.

 Dengan kemampuan bernyanyi, bermain kecapi, dan berprofesi sebagai dosen dalam bidang sastra, pria yang tinggal di Makassar ini berusaha mengombinasikan ketiganya. “Kalau saya, puisi tidak hanya dibaca, tetapi juga dinyanyikan seperti sompa raja, warekkeng, dll,” katanya.

Dari karyanya tersebut, pria yang identik dengan kecapi ini, bisa masuk kompetisi Internasional Choir Festival di Bali, Thailand, dan Vietnam. “Saya latih kelompok penyanyi yang disebut Pitch Choir, dan alhamdulillah mendapatkan mendali emas dan menjadi champions di Vietnam,’’ sambungnya.

Pada 2014 di London Inggris, Agussalim bersama timnya mengajukan sebuah program Muhibah Seni di KTI UNM dalam rangka Cross-Culture dan mengajak 20 mahasiswa untuk bermain di dalamnya. Anggaran bersumber dari DIKTI sebesar kurang lebih Rp800 juta. Mereka berkunjung ke Roehampton Universitydan West England University untuk berinterkasi dengan mahasiswa di sana.

News Feed