Kemudian ketentuan ini diperkuat lagi dalam Pasal 416 ayat (2) UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu yang berbunyi, “Dalam hal tidak ada pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 2 (dua) pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam pemilu presiden dan wakil presiden”.
Soal Anggaran
Catatan pentingnya, diskursus antara Aswar Hasan dan Qasim Mathar memiliki fondasi yang sama-sama kuat secara konstitusi. Yang perlu diperhatikan adalah substansi dan alasan yang diajukan, kenapa harus satu putaran dan kenapa pula perlu dua putaran.
Kita perlu memahami bahwa penyelenggaraan pemilu tidak boleh dihubungkan dengan besar atau kecilnya anggaran yang dihabiskan, sehingga terjebak dalam skema satu atau dua putaran. Sebab yang paling penting adalah hasil pemilu yang diperoleh dan integritas pemilu yang terus dijaga.
Selama hasil pemilu memang benar-benar valid, demokratis, berintegritas, serta yang terpilih adalah mereka yang melewati proses dan tahapan pemilu dengan benar berdasarkan hukum dan konstitusi, maka tak perlu diperdebatkan berapa biaya dan berapa putaran. Sebab apalah arti satu atau dua putaran jika sama-sama “penjahat” yang dihasilkan. (*/zuk)
*Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin