English English Indonesian Indonesian
oleh

Pernikahan Menambah Trauma Korban Rudapaksa

FAJAR, BULUKUMBA — Menikahkan korban rudapaksa dengan pelaku dianggap bukan solusi terbaik. Justru akan semakin menambah rasa traumatik korban, apalagi korbannya masih anak berusia 11 tahun.

Ketua Yayasan Pemerhati Masalah Perempuan (YPMP) Sulsel, Aflina Mustafainah, menuturkan, kekeliruan masyarakat secara umum dalam melihat kasus pemerkosaan adalah mengedepankan moralitas.

“Alasan mengawinkan adalah untuk menutup aib keluarga. Hal ini jauh lebih penting mereka pandang ketimbang memberi pemenuhan hak pada korban perkosaan,” ungkap Aflina.

Aflina menegaskan perkawinan bukanlah jalan keluar bagi korban, karena pemerkosaan berdampak psikis pada korban berupa trauma dan seterusnya.

“Korban berada dalam kondisi trauma selama perkawinannya berlangsung. Bisa jadi dia tidak akan pernah menikmati hubungan seksual dengan pasangannya yang sebelumnya pelaku. Bahkan setiap kali melihat pasangannya di dalam rumah, akan mentrigger traumanya muncul,” jelasnya.

Menurut Aflina, dalam kasus tersebut, pemerintah sebagai aparat negara harusnya menggunakan regulasi untuk melindungi korban,
Yaitu UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Pemerintahlah yang seharusnya menjadi pelapor atas perkosaan yang terjadi pada warga negara. Termasuk, Mmemulihkan korban untuk perbaikan hidup di masa depannya.

“Perkosaan adalah tindak kriminal murni, meski telah ada pengakuan dari pelaku, namun tindak pidananya harus masuk di ranah hukum,” terangnya.

Sebelumnya, bocah berusia 11 tahun, RY dirudapaksa pada Agustus 2023 oleh seorang pria bernama Faizal (19). Kejadiannya di rumah nenek korban di salah satu kecamatan di Bulukumba.

News Feed