Namun, dari sudut pandang Masyarakat, perusahaanlah yang merampas haknya. Kata Ilham, ada beberapa hal yang jadi sorotan dalam konflik agraria termasuk yang terjadi di Kabupaten Takalar itu, ia menyebut bahwa apabila PTPN merasa memiliki hak penuh, lantas apa yang membuat masyarakat mengokupasi lahannya.
“Apabila PTPN merasa memiliki hak, mengapa PTPN melakukan pembiaran terhadap tindakan masyarakat yang mengokupasi lahannya, melakukan pembiaran itu sama halnya melegitimasi tindakan masyakat,”sebutnya.
Ia menyebut bahwa jelang HGU berakhir tentu akan melahirkan babak baru pada konflik agraria itu, apalagi. Ia meminta pemerintah untuk turun tangan dan menilai secara objektif perkara agrarian tersebut.
“Dalam konteks ini, pemerintah harus turun tangan dan menilai secara objektif perkara ini. Jika memang masyarakat mampu membuktikan bahwa ia memiliki hak terhadap tanah tersebut jauh sebelum PTPN diberikan HGU dan bukti tersebut dinilai otentik, maka lahan tidur yang dimaksud di atas harus dilepaskan dan diberikan kepada Masyarakat,” urainya.
Bahkan ia meminta pemerintah untuk mengevaluasi dan menilai secara objektif persiapan lahan yang telah diusulkan agar HGU lahan itu diperpanjang kembali. Ia juga menjelaskan bahwa HGU diberikan untuk waktu 25 tahun.
“Dalam aturan itu sudah jelas, bahwa HGU diberikan untukk waktu 25 tahun,”sebutnya.
Katanya, apabila HGU ingin diperpanjang itu perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut.
“Kalaupun HGU ini masih mau diperpanjang, harus evaluasi dan ditinjau ulang. janganlah negara atau pemerintah melalui perusahaannya yang justru jadi mafia tanah. Konflik Agraria antara pemerintah dan masyarakat sesungguhnya konflik yang tidak masuk akal karena pemerintah yang merupakan representasi negara notabenenya punya kewajiban menyejahterakan rakyat sebagaimana amanah UUD 1945 tapi kenyataannya justru berkonflik dengan masyarakat,”lanjutnya, Minggu, 22 Oktober.