English English Indonesian Indonesian
oleh

Energi Pertamina Cerahkan Masa Depan Anak Korban Kekerasan

SAPD terwujud, berangkat dari keresahan Nuraeni melihat anak-anak di lingkungan sekitarnya yang mengalami kekerasan. Belum lagi, perilaku dan ucapan mereka tak mencerminkan seorang anak pada umumnya. Hati Nuraeni makin galau. Masa depan anak-anak ini menjadi taruhan, jika mereka dibiarkan begitu saja.

Butuh niat kuat untuk merintis SAPD. Awal terbentuknya SAPD, Nuraeni bercerita, hanya mengandalkan sebagian dari keuntungan usaha abon ikan dan olahan hasil laut lainnya.

Tentu saja itu tidak cukup. Beruntung, para ibu yang bergabung dalam KWN Fatimah Azzahra, mau membantu. Nuraeni dkk pun mengumpulkan anak-anak sekitar lingkungan rumahnya, yang diketahui mengalami berbagai kekerasan.

Kondisi anak-anak yang datang itu berbeda-beda. Mulai dari yang mengalami kekerasan seksual, korban KDRT dari orang tuanya sendiri, anak korban perundungan, dan anak-anak yang kurang memahami etika. Itu semua mengusik nuraninya. Makanya, SAPD dipilih sebagai nama sekolah nonformal yang didirikannya, dengan harapan anak-anak itu bisa percaya diri.

“Harus ada yang memulai. Anak-anak pesisir bukan berarti tidak bisa sukses. Mereka perlu mendapatkan perhatian dan bantuan, agar kelak dewasa bisa sukses dan mandiri, sama seperti anak-anak lainnya,” tekad Nuraeni kala itu.

Mereka diajari beragam keterampilan sesuai minat dan bakat, belajar berbicara dan tampil untuk mengasah percaya diri. Meski dengan fasilitas terbatas dan seadanya, Nuraeni tak patah semangat. Tangan Nuraeni tetap terbuka, menerima kedatangan anak-anak yang jumlahnya makin banyak.

News Feed