English English Indonesian Indonesian
oleh

Tantangan Ekonomi Setelah Ramadan

OLEH: Anas I. Anwar Makkatutu, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas

Banyak nilai-nilai ekonomi terlahir dari suasana puasa Ramadan yang baru beberapa pekan meninggalkan kita.

Nikmat Allah yang diberikan kepada kita selama berpuasa tak hanya bagi diri kita sendiri, namun juga bagi masyarakat secara luas. Rasa syukur yang mendalam secara signifikan meningkatkan kepedulian sosial, dengan merasakan lapar dan haus selama berpuasa, kita akan turut merasakan penderitaan saudara-saudara kita lainnya.

Tugas–tugas pemerintah seperti alokasi dan distribusi dapat dijalani sendiri oleh setiap RT yang menjalankan tugas spiritualnya, dengan jalan mengeluarkan sebagian harta dan kekayaannya untuk dibagikan pada tetangga maupun keluarga-keluarga miskin di sekitar rumahnya masing-masing. Hal ini bisa dilihat betapa pengeluaran yang besar pada konsumsi Rumah Tangga akan sangat membantu tugas pemerintah dalam hal mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Selama ini konsumsi rumah tangga merupakan penopang utama perekonomian Indonesia yang mampu berkontribusi rata-rata hingga lebih dari 55% terhadap produk domestik bruto (PDB). Konsumsi rumah tangga merupakan komponen penting dalam struktur ekonomi Indonesia. Bisa dibayangkan betapa perekonomian akan lebih bergairah, karena banyak keluarga miskin mampu berbelanja baju baru, kebutuhan pokok, sepatu serta barang konsumsi lain yang tentu sangat baik bagi perekonomian. Studi yang pernah dilakukan oleh Nielsen Global Survey juga menyebutkan bahwa momen Lebaran selalu mampu mendongkrak permintaan terhadap barang konsumsi. Permintaan yang tinggi ini tidak hanya terjadi di pasar modern, melainkan juga di pasar-pasar tradisional.

Fenomena lainnya adalah “mudik” sebagai imbas dari urbanisasi. Budaya mudik tidak bisa dipisahkan dari aspek ekonomi. Mudik memberi keuntungan secara ekonomi karena pemudik pada umumnya membawa uang cukup banyak untuk dibelanjakan dan didistribusikan di daerah asal sehingga menyumbang pertambahan perputaran uang di daerah. Tradisi mudik mendorong hidupnya bisnis wisata,  tiket, hotel, jasa transportasi, bisnis makanan minuman, bengkel kendaraan bermotor, dan lain-lain. Tradisi besar-besaran setahun sekali ini memberikan banyak efek ekonomi berantai. Pada lebaran tahun ini, diprediksi ada 123 juta pemudik meramaikan lalu-lintas antar wilayah dan antar kota di Indonesia. Bertambah 14% dibandingkan musim mudik lebaran tahun 2022.

Sektor parawisata juga kena imbasnya pada lebaran dan liburan tahun ini. Masyarakat lokal sering menemukan objek wisata baru saat musim mudik lebaran sehingga pemudik sangat tertarik dengan spot-spot baru dengan berswafoto untuk diunggah ke media sosial. Demikian juga dengan kuliner di daerah, baik makanan sajian maupun komoditas pertanian lainnya. Para pemudik biasanya juga akan mengunggah foto-foto dan video makanan tersebut ke media sosial. Kesemuanya ini secara tidak langsung sudah menjadi promosi tersendiri bagi obyek wisata maupun kuliner daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu mencermati peluang ini agar momentum sesaat objek-obyek ekonomi baru tersebut dapat dilanjutkan sebagai produk ekonomi baru bagi daerah.

Tradisi menukarkan uang baru yang hanya terjadi pada momen Ramadan, akan membantu bank sentral dalam mengelola peredaran uang. Uang cetakan baru masuk ke peredaran, uang lusuh kembali ke bank sentral.  Tanpa banyak disadari para pemudik ini banyak membantu pekerjaan bank sentral mendistribusikan uang cetakan baru sampai ke pelosok-pelosok desa.  Ramadan memberikan dampak ganda, yaitu jumlah uang yang beredar bertambah dan kecepatan perputaran uang juga bertambah. Bank Indonesia (BI) Sulawesi Selatan memastikan kebutuhan uang tunai selama periode Ramadan hingga Lebaran tahun ini akan terpenuhi, yaitu sebesar Rp 4,4 triliun. meningkat 3,62% (yoy) dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 4,28 triliun.

Dengan demikian saat ini, dengan ancaman akan terjadinya kenaikan harga-harga (inflasi), maka diperlukan adalah bagaimana mengendalikannya yang harus dilakukan oleh banyak pihak, terutama oleh Bank Indonesia (BI) dan pemerintah daerah. Selain itu, pemerintah juga bisa mengontrol distribusi pangan (bahan pokok) yang seringkali hilangnya barang/pangan di pasar atau munculnya penimbunan. Segala tindakan kriminal ekonomi ini perlu terus dicegah dan aturan hukum betul-betul perlu ditegakkan.

Ramadan dan lebaran oleh banyak pihak justru dianggap menjadi salah satu mekanisme pemerataan pendapatan yang paling sempurna dari semua aspek, baik kepentingan duniawi dan surgawi, hubungan antara pemerintah dan masyarakat, hubungan antara pusat dan daerah, serta hubungan antar daerah dan masyarakat. Kesemuanya itu mengingat besarnya dampak ekonomi yang ditimbulkan, maka mekanisme hubungan-hubungan ini menjadi hal yang perlu mendapat perhatian yang serius.

Untuk mewujudkan potensi ekonomi pasca lebaran, hal yang wajib dilakukan pertama adalah mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan. Pemerintah harus campur tangan menyiapkan segala infrastruktur yang dibutuhkan dalam upaya menciptakan ekonomi pasca lebaran yang lebih baik serta bermanfaat. Beberapa contoh nyata dukungan pemerintah yang dapat dilakukan adalah perbaikan infrastruktur, peningkatan kualitas pelayanan serta pemerataan pembangunan di daerah.

Setelah Lebaran, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di bidang ekonomi. Pemerintah didorong untuk makin serius membangkitkan kembali industri, usaha, dan perdagangan melalui kebijakan-kebijakan yang melindungi perekonomian nasional. Sudah saatnya pasca bulan Ramadan yang penuh berkah ini perlu menjadi titik awal rekonstruksi karakter dan perilaku kita semua dalam menjalankan amanah yang diberikan kepada kita. Perlahan tetapi pasti, pemulihan ekonomi sedang terjadi. Harapan harus selalu ada, jadi tetaplah optimis!

News Feed