English English Indonesian Indonesian
oleh

Bersama Dukung Pekerja

Oleh: Muhammad Zuhri Bahri, Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan

Satu Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional menjadi momentum untuk merefleksikan keberadaan dan masa depan buruh Indonesia. Memperingati Hari Buruh bukan semata menjadi domain dari pekerja formal, pekerja nonformal juga memiliki andil yang sama.

Pekerja nonformal atau informal yang dikategorikan sebagai bukan penerima upah (BPU) merupakan status pekerjaan utama seseorang yang mencakup berusaha sendiri, buruh tidak tetap, berusaha dibantu buruh tetap, pekerja bebas di pertanian, pekerja bebas di nonpertanian dan pekerja keluarga atau tidak dibayar. 

Untuk bisa merefleksikan Hari Buruh Internasional maka pemikiran ini disampaikan untuk menggugah kesadaran buruh akan hak-hak dan kewajibannya. Di dalam menjelaskan tentang kesadaran, Karl Marx, dalam bukunya Das Capital (1957) atau The German Ideology, dalam konsep meterialisme historisnya menjelaskan, kesadaran buruh tidak ditentukan oleh ide-ide atau teori semata, akan tetapi kesadaran buruh harus dibangun berdasarkan kenyataan atau fakta empirik yang dilihat dan dirasakan.

Di dalam dunia kerja, kesejahteraan pekerja melalui perlindungan sosial bagi pekerja menjadi kenyataan dan fakta yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya. Setiap pekerja baik formal maupun nonformal punya hak untuk mendapatkan perlindungan sosial, di dalam rangka perlindungan sosial, negara melalui undang-undang mempunyai kewajiban secara mandatory untuk memastikan bahwa setiap orang atau pekerja harus mendapatkan perlindungan sosial atau jaminan sosial ketenagakerjaan (universal coverage).

Dalam perspektif lain, memperingati Hari Buruh seyogyanya dapat menggugah kesadaran semua orang terkait sudahkah seluruh pekerja atau buruh mendapatkan hak-haknya mendapatkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan (jamsostek). Pekerja formal sebagai karyawan, mendapatkannya dari pengusaha/perusahaan. Sementara pekerja nonformal/BPU adalah pribadi-pribadi yang bertanggungjawab harus mendapatkan perlindungan sosial ketenagakerjaan secara pribadi/mandiri.

Pertanyaanya, bagaimana dengan pekerja-pekerja yang secara sosial ekonomi (rentan) tidak mampu mendapatkan hak-haknya? Oleh karena itu dibutuhkan komitmen dari semua pihak untuk dapat mewujudkannya, baik dari unsur pemerintah melalui APBN dan APBD-nya, unsur pengusaha melalui program corporate social responsibility (CSR)-nya, maupun masyarakat secara individu yang secara ekonomi sosial mampu, dapat memberikan kontribusinya. Inilah sebuah kenyataan yang secara kolektif harus dibangun kesadaran secara penuh agar pekerja rentan secara sosial ekonomi mendapatkan hak-haknya.

Manifestasi Inpres 02/2021

Dalam rangka perluasan kepesertaan, pemerintah menerbitkan Inpres Nomor 02/2021 tentang Optimalisasi Program Jamsostek, yang diharapkan mampu memberikan kontribusi signifikan terutama kepada BPU, di sektor pertanian, perkebunan, nelayan, perdagangan, lebih khusus kepada pekerja rentan. Hal itu dipandang perlu seiring belum diterbitkannya kebijakan penerima bantuan iuran (PBI) untuk perlindungan jamsostek sebagaimana dalam BPJS Kesehatan, yaitu PP Nomor 101/2012 tentang jaminan kesehatan, maka daya dorong Inpres ini mestinya mendapatkan perhatian dan prioritas.

Inpres Nomor 02/2021 adalah instruksi kepada 27 Kementerian/Lembaga (K/L), Gubernur dan Walikota untuk pertama mengoptimalkan kepesertaan jamsotek di mana K/L bisa memberikan dukungan penganggaran, kedua dukungan terkait regulasi, ketiga dukungan politis, yaitu mendorong masyarakat agar menjadi peserta terutama pekerja tidak mampu. 

Berdasarkan monitoring dan evaluasi BPJS Ketenagakerjaan pada 2021, sejumlah K/L telah membuat regulasi dukungannya, terdapat 139 produk hukum tingkat pusat dan daerah, berupa peraturan menteri, peraturan badan, keputusan badan, keputusan menteri, surat edaran, MoU/PKS, dan produk hukum tingkat daerah berupa perda, pergub/perwal/perbub, instruksi, MoU/PKS. Jumlah tersebut meningkat pada 2022 menjadi 300 produk hukum tingkat pusat dan daerah.

Dalam hal perlindungan bagi tenaga keagamaan Provinsi Jawa Barat mencatat rekor MURI dengan menganggarkan perlindungan terhadap 150.842 guru ngaji dengan menggunakan APBD-nya. Dalam hal pekerja rentan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Utara Nomor 09/2022, mentargetkan sedikitnya 150.700 pekerja rentan di 1.507 desa untuk mendapatkan perlindungan jamsostek yang dianggarkan melalui APBD dalam  program perlindungan 100 pekerja rentan per desa.

Kedua contoh di Jawa Barat dan Sulawesi Utara ini dapat menjadikan model bagi pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota di seluruh Indonesia untuk melakukan hal sama dalam rangka peningkatan kesejahteraan pekerja dengan memberikan perlindungan khususnya pekerja rentan di wilayah masing-masing. 

Data BPJS Ketenagakerjaan mencatat potensi tenaga kerja di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, dan perikanan sampai dengan tulisan ini dibuat pada 27 April 2023, terdapat potensi sebanyak 4.941.465 pekerja dengan jumlah terlindungi sebanyak 897.695 (18,17 persen), masih terdapat gap sebesar 4.043.770 pekerja yang masih belum terlindungi. Sedangkan tenaga kerja UMKM yang meliputi  perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi terdapat potensi sebanyak 5.725.986 pekerja, baru tercover 1.430.258 sebagai peserta (24,98 persen). Terdapat sisa sebanyak 4.29.728 (75,02 persen) tenaga kerja aktif belum terlindungi.

Semestinya Inpres Nomor 02/2021 dapat mengakselerasi perwujudan perlindungan sosial kepada seluruh pekerja, namun pandemi Covid-19 menjadi kendala. Seiring berjalannya waktu, pandemi Covid-19 teratasi, perekonomian berangsur baik, kehidupan kembali normal semestinya inpres dapat dijalankan dengan lebih efektif.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah mendorong secara terus menerus seluruh stakeholder yang diamanatkan untuk bisa memberikan dukungan lebih optimal. Kedua meningkatkan public awareness kepada pekerja nonformal/BPU akan arti pentingnya jamsostek secara mandiri. Ketiga agar didorong peraturan yang lebih mempunyai kekuatan terutama untuk meng-cover pekerja-pekerja rentan melalui peraturan pemerintah sebagaimana PBI di BPJS Kesehatan.

Agar Inpres ini dapat mewujudkan universal coverage, maka tanggung jawab ini tidak bisa diletakkan kepada pemerintah semata, akan tetapi semua pihak terkait baik dari unsur pengusaha, pekerja atau masyarakat, maupun unsur lain, bahu membahu dalam memberikan perlindungan bagi seluruh pekerja untuk mewujudkan kesejahteraan. Hari Buruh Internasional ini menjadi momentum untuk mewujudkannya. Selamat memperingati Hari Buruh Internasional 1 Mei 2023.*

News Feed