English English Indonesian Indonesian
oleh

September Kelam dan People’s Power Bumi Pertiwi

Namun penulis menilai bahwa langkah tersebut sama sekali tidak logis dan tidak tepat. Pertama, jika kesalahan distribusi letak persoalannya, maka pemerintah cukup melakukan pembaharuan data dan penegasan pelaksanaan distribusi di lapangan. Kedua, penulis mensinyalir (menduga) bahwa ada beban APBN yang tak mampu ditanggung oleh pemerintah dan tertutupi tabir naratif “salah distribusi”, sehingga mencabut BBM sebagai upaya penyeimbang Beban APBN.

Ketiga, kebijakan tersebut sangat tidak bijaksana – pemerintah terlupa atau sengaja mengabaikan bahwa kondisi Indonesia sangat memprihatinkan. Merujuk dari BPS 2022 bahwa garis kemiskinan pada Maret 2022 tercatat sebesar Rp505.469,00/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp374.455,00 (74,08 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp131.014,00 (25,92 persen), pendapatan perkapita berada pada status menengah ke bawah (berdasarkan kategori World Bank), dampak libasan pandemic covid-19 bagi masyarakat, angka pengangguran dan minimnya lapangan pekerjaan.

Singkatnya, hemat penulis, pemerintah sedang berupaya menghindarkan Indonesia dari chaos yang menanti di depan mata. Argumen ini mengacu dari dua kondisi; pertama, geopolitik yang memberikan tanda semakin menegang dan memicu “perang energi”. Harga komoditas energi dan pangan terangkat lebih tinggi adalah implikasinya.

Konsekuensinya, banyak negara di dunia akan mengalami tekanan inflasi. Bahkan, jika kondisi geopolitik yang menegang berlangsung lama, dunia diperkirakan jatuh ke dalam jurang resesi di akhir 2022 – 2023. Dampak resesi bisa berkepanjangan (long recession) dan tentunya menekan nilai tukar rupiah yang diproyeksikan bisa menyentuh Rp 16.000 per 1 USD pada akhir tahun 2022.

News Feed