“Termasuk Pasal 10 ayat 1 huruf (d) tentang menegakan hukum demi menciptakan tertib sosial serta rasa aman publik, dan Pasal 12 huruf (e) bersikap, berucap, dan bertindak sewenang-wenang, juga harus dipertimbangkan penerapannya kepada AKBP RA,” beber Ardin.
Lalu Pasal 13 huruf (e) melakukan tindakan kekerasan, berperilaku kasar dan tidak patut, Pasal 12 huruf (b) mencari-cari kesalahan masyarakat, dan yang sangat menarik adalah tinjauan Pasal 13 huruf (j), yaitu menyimpan, memiliki, menggunakan, dan atau memperjualbelikan barang bergerak atau tidak bergerak secara tidak sah.
Jika dilihat pada Pasal 13 huruf (j) Perpol Nomor 7 Tahun 2022, maka menyimpan, memiliki, menggunakan, dan atau memperjualbelikan barang bergerak atau tidak bergerak secara tidak sah, tidak boleh atau dilarang dilakukan oleh anggota Polri. Akan tetapi, dalam kasus ini tetap dilakukan oleh AKBP RA.
“Semua pasal yang disebut tersebut seharusnya juga diterapkan dalam pemeriksaan pelanggaran kode etik dari AKBP RA,” tegas Ardin.
Diketahui kasus ini berawal pada Desember 2023 lalu, ketika AKBP RA membeli mobil Toyota Rush milik Siti dengan kesepakatan sambung cicilan di Jakarta.
AKBP RA saat itu mengaku tidak bisa melakukan take over mobil secara resmi karena namanya rusak di sistem BI checking. Sehingga ia meminta tetap memakai nama Siti untuk pembayaran angsuran mobil.
Namun, AKBP RA yang baru membayar sebanyak 5 kali dari total 31 kali cicilan selanjutnya tidak lagi membayar angsuran mobil tersebut. Hal yang membuat Siti terus dihubungi debt collector.