English English Indonesian Indonesian
oleh

Bersatu Kita Teguh (1)


Oleh: Hamdan Juhannis
Rektor UIN Alauddin

Sahabat-sahabat pembaca. Masih ingat saya kan? Maksud saya, masihkah terlintas di pikirannya coretan saya yang sudah berlangsung selama 6 atau 7 Ramadan terakhir, yang selalu muncul mengganggu sahurnya.

Yang jelas saya selalu ingat para pembaca semua, baik yang membaca penuh coretan saya, atau sekadar membukanya, atau yang hanya membaca nomor coretan sebagai penanda jumlah puasa. Saya juga ingat persis, celoteh saya satu bulan Ramadan tahun lalu adalah “Jalan Tengah.” Meskipun saya sudah lupa urutan-urutan ulasan yang terkait dengan Jalan Tengah, saya tentu tidak bisa lupa ulasan yang banyak dikritisi oleh para pembaca.

Termasuk mengingat prinsip yang selalu hadir dibenak saya sebagai penulis yang memperkuat keyakinanan untuk terus menulis, bahwa hampir setiap anggota group pasti membacanya, hanya saja tidak sempat mengomentarinya. Ada dalilnya: “Iqra” yang berarti: bacalah! bukan balaslah!

Tapi banyak hal yang saya ulas namun tidak tinggal lama bersemayam dibenak, mungkin karena tidak cukup mengesankan. Berkah “lupa” itu dibutuhkan, karena betapa tidak enaknya hidup bila semua masa lalu atau hal yang pernah terjadi dan bersinggungan dengan diri kita tinggal menjadi memori hidup.

Para pembaca, saya bermaksud menyambung “Jalan Tengah” itu dengan tema, “Bersatu Kita Teguh.” Karena Jalan Tengah itu adalah prinsip, metode, pandangan, atau jalan hidup yang bisa membuat kita bersatu.

Anda pasti tahu pepatah, “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.” Sudah pasti terpahami bahwa saya mengambil potongan pepatah ini menjadi tema. Pepatah ini sangat melegenda, siapapun asal paham bahasa Indonesia, pasti bisa mendendangkannya. Saking populernya, ada yang plesetkan, “bersatu kita teguh, bercerai kawin lagi.” Tentunya (bukan) ada-ada saja orang itu.

News Feed