Money politics digital seringkali merambah ke dalam algoritma media sosial, menjadi tantangan tersendiri bagi pengawasan dan deteksi. Melalui penyusupan ini, pesan politik dengan iming-iming yang menggiurkan dapat menyebar dengan cepat dan luas, mengubah opini publik tanpa memberikan kesempatan bagi pihak pengawas untuk mendeteksinya.
Keahlian dalam memanfaatkan celah-celah ini memungkinkan praktik politik uang berkembang dengan efektif, tanpa memberikan tanda-tanda yang mencolok. Modus ini seringkali dilakukan melalui pihak ketiga yang tidak terafiliasi secara resmi dengan tim sukses para kandidat calon legislatif atau bacalon kepala daerah.
Regulasi Tegas
Para vendor atau pihak ketiga ini beroperasi secara independen, merancang dan melaksanakan aksi-aksi mereka dengan terencana dan terukur. Mereka cenderung mempertimbangkan celah-celah hukum dalam merancang strategi, memanfaatkan ketidakjelasan dan kekurangan regulasi. Penting diingat, praktik ini terjadi di luar kendali tim kampanye resmi.
Meskipun tidak berafiliasi secara langsung dengan para kandidat atau tim sukses, para vendor ini dapat memiliki dampak signifikan pada proses demokrasi. Mereka mungkin menggunakan teknologi digital untuk melakukan microtargeting, menyebarkan pesan politik yang menggiurkan yang tentunya dapat memengaruhi opini publik dengan cara yang mungkin tidak sesuai dengan etika demokrasi.
Kompleksitas makin parah lantaran regulasi Pemilu 2024 kurang tegas terkait praktik money politics digital. Celah hukum membuat para pelaku beroperasi tanpa rasa takut akan sanksi. Oleh karena itu, diperlukan reformasi atau penyempurnaan regulasi untuk mencakup dan mengatasi berbagai bentuk praktik yang memanfaatkan teknologi digital dalam konteks politik.