English English Indonesian Indonesian
oleh

LakekomaE, Pembunuhan Karakter

Dalam perspektif dan teori pembunuhan karakter (character assassination) adalah upaya merusak reputasi atau nama baik seorang tokoh, pemimpin dan jenderal yang disadari atau tidak memberi dampak buruk dalam proses labelling dalam komunikasi sosial.

Maka dari itu, nama baik seseorang harus terus dijaga agar reputasi yang tertoreh selama ini dalam menata karier kepemimpinan dapat terjaga.  Dan, citra serta nama baik diri dan keluarga tetap dikenang sebagai manusia baik. 

Dalam perspektif kajian komunikasi, maka citra diri itu menjadi modal utama untuk menjadi seorang pemimpin. Harga diri dan reputasi harus tetap  dijaga dan dikontrol sehingga nama baik menjadi modal sosial dalam berinteraksi.

Khusus dalam kajian pembunuhan karakter dapat dilihat dari perspektif komunikasi, psikologi, politik, dan sejarah. Seperti pemikiran Ledevera (2018) fenomena pembunuhan karakter sebaiknya direspons dengan bijak. Jika ada tokoh yang diterpa pembunuhan karakter selayaknya memberi klarifikasi dan respons bernada optimisme,  sehingga publik mendapatkan informasi yang berimbang. Sebaliknya, jika tak ada hak jawab maka pemimpin itu membenarkan berita yang beredar di media massa dan media sosial.

Lebih penting lagi, jika ada tokoh atau pemimpin di daerah ini cenderung diam dan menerima pemberitaan merusak dirinya, bagaikan gunung es yang berada di bawah permukaan laut, menjustifikasi opini publik bahwa tokoh atau jenderal yang  diberitakan media massa bahwa tokoh atau pemimpin itu tak berdaya menghadapi serangan “udara” pemberitaan. Di sinilah pentingnya hak jawab yang dimiliki oleh “korban” atau “penderita” opini publik bahwa ketokohan dan martabat dimiliki menjadi rusak karena ketidakmampuan memberikan jawaban.

Bahkan, penderita character assassination tak berdaya dan pasrah terhadap berita yang sebaiknya perlu klarifikasi dari tokoh atau pemimpin.  Ataukah “penderita” pembunuhan karakter itu menjustifikasi terhadap realitas isu yang cenderung mengandung kebenaran.

Menghadapi media online  memadukan pikiran dan perasaan pembaca, maka hak jawab perlu ditegakkan, agar korban pembunuhan hak jawab itu dapat mengklasifikasi terhadap informasi satu arah. Apalagi dalam klarifikasi informasi membenarkan teori Disonansi Kognitif, Festinger (1957), dimana paradigma memiliki elemen  kognitif, seperti: sikap, persepsi, pengetahuan, dan perilaku. Empat elemen kognitif  sikap ini akan memunculkan pikiran yang sama bahwa bagi tokoh atau jenderal yang tidak memberikan klarifikasi ke publik terhadap dampak pemberitaan di media massa dan media sosial akan cenderung menjustifikasi bahwa tokoh tersebut  bersalah dalam mengambil keputusan. Itu artinya, kerangka pikir di publik menghukum bahwa tindakan dan sikap yang diambil mengandung kebenaran di setiap pemikiran khalayak.

Penilaian kognitif itu menjustifikasi korban yang dihakimi oleh publik (baca : pembunuhan karakter) segera memberikan klarifikasi agar dia mempunyai kesempatan untuk menjelaskan secara hakiki terhadap tindakan sosial yang telah dijustifikasi. Apa artinya, kita selama ini mempunyai jejak karier yang baik, akibat ketidakmampuan menjawab opini publik dan pembunuhan karakter menyebabkan diri jatuh dan tersungkur nama baik yang selama ini telah disandang? LakekomaE, Quo Vadis Character  Assassination!

News Feed