Fahri Bachmid yang juga merupakan Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi & Pemerintahan (PaKem) Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia iniberpendapat, secara konstitusional MK mengatakan bahwa hak untuk memeroleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, “in casu” masa jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota karena keadaan atau alasan tertentu dapat dikurangi.
“Termasuk dalam hal ini dalam rangka memenuhi kebijakan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota serentak nasional, selain itu, pemotongan atau pengurangan masa jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota juga telah dilakukan melalui undang-undang yakni dalam Pasal 201 ayat (7) UU 10/2016 yang bersifat transisional dan berlaku untuk semua gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota pada 2020, sehingga oleh karenanya juga tidak bersifat diskriminatif,” kata Fahri.
Kemudian, Fahri menyatakan bahwa ketentuan Pasal 201 UU Pilkada dimaksudkan untuk menghindari kekosongan hukum dan menjamin kepastian hukum serta bersifat transisional dalam rangka penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024, MK dalam pertimbangannya, bahwa jika merifer pada Butir 127 Lampiran II UU 12/2011, menegaskan bahwa ketentuan peralihan telah memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan hukum yang didasarkan pada Peraturan Perundang-undangan yang lama terhadap Peraturan Perundang-undangan yang baru.