FAJAR, MAKASSAR-Vonis bebas terhadap terdakwa kasus pencabulan anak dibawah umur Asdar Muhammad menunai sorotan. Majelis Hakim dinilai menjatuhkan hukuman tidak berdasar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Direktur LBH Makassar, Muhammad Haedir mengatakan vonis bebas terhadap terdakwa Asdar Muhammad beberapa waktu lalu tampak tidak mempertimbangkan seluruh saksi dan bukti yang sudah ada. “Hakimnya tidak berdasar KUHAP dalam memutus. Hakimnya hanya berdasarkan keyakinannya tanpa disertai dua alat bukti. Ini sudah ada 3 orang saksi ditambah visum untuk menyatakan terdakwa itu bersalah,” katanya, Kamis 27 Juli.
Lebih lanjut Haedir menilai Majelis Hakim hanya berdasar keterangan satu orang saksi saja. Kemudian langsung diputus bebas. “Menurut saya sudah benar sikap jaksa untuk melakukan upaya hukum. Penting untuk melakukan koreksi terhadap putusan hakim pengadilan negeri tersebut,” ungkapnya.
Diketahui, Asdar Muhammad, terdakwa kasus pencabulan terhadap bocah 16 tahun divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar, Senin, 24 Juli 2023. Putusan tersebut dibacakan langsung Ketua Majelis Hakim, Purwanto S Abdullah dengan hakim anggota, Muhammad Asri dan Luluk Winarko.
Sebelum putusan tersebut diketuk Hakim, terdakwa dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Makassar, Andi Muhammad Akram dengan tuntutan maksimal yakni 15 tahun penjara.
Andi Akram menyebut, terdakwa terbukti telah melanggar Pasal 81 ayat 1 Jo Pasal 76D Undang-Undang RI No.17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI No 01 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana dakwaan.
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 15 tahun dan denda sebesar Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan dikurangi masa penangkapan dan atau penahanan yang telah dijalani,” ujar Andi Akram, kemarin.
Dikatakan Andi Akram, yang menguatkan tuntutan JPU, karena pada saat bersaksi terdakwa tidak mengakui semua perbuatan pencabulannya. Ditambah lagi, terdapat juga hasil visum, laporan pemeriksaan psikologis, dan dokter forensik.
“Semuanya itu mendukung pembuktian. Jadi saya tuntut 15 tahun. Ada juga restitusi jadi biaya ganti rugi ke korban. Cuma majelis tidak pertimbangkan hingga divonis bebas Kemarin,” ucapnya.
Lanjut Andi Akram, Majelis Hakim nilainya tidak mempertimbangkan keterangan korban, saksi, dan bukti visum saat memberikan vonis bebas kepada terdakwa.
Adapun alasan Majelis Hakim memvonis bebas, kata Andi Akram, karena ayah kandung korban yang merupakan saudara dari terdakwa tersebut hadir sebagai saksi meringankan.
“Karena bapak kandungnya korban hadir sebagai saksi meringankan untuk terdakwa. Bapak kandung korban bilang tidak ada persetubuhan sama pencabulan, karena dia tanya anaknya, cuma ibu kandung korban, tantenya, sama neneknya dan tetangganya justru bilang ada persetubuhan. Ada pencabulan dan ada pengancaman,” jelasnya.
Tak terima putusan tersebut, pihak JPU Kejari Makassar pun melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung.
“Kasasi. Secara hukum, saya jaksanya tidak terima, jadi upaya hukum kasasi. Saya sudah ajukan kasasi, tinggal putusan lengkap saya tunggu karena saya mau sesuaikan di memori kasasi untuk mengajukan apa-apa saja pertimbangan untuk majelis,” tukasnya.
“Jadi inilah yang bisa kita lakukan, karena kita sebagai Penuntut Umum mengajukan saja,” sambung dia.
Untuk diketahui, kasus dugaan pencabulan yang dilakukan Asdar Muhammad terhadap ponakannya sendiri tersebut terjadi pada tahun 2020 lalu. Dilakukan semenjak ayah dan ibu korban bercerai, korban ikut bersama ayahnya. Saat itu ayah korban menitipkan anaknya untuk disekolahkan terdakwa. Korban dicabuli dengan cara dipaksa oleh terdakwa.
“Cuma baru dilapor tahun 2022. Karena korban diancam untuk tidak disekolahkan. Karena kan korban ini numpang di rumahnya terdakwa. Dia omnya, dan diancam untuk tidak dibiayai sekolahnya,” kata Andi Akram.
“Jadi baru bicara tahun 2022 bersamaan dengan waktu dia dicabuli, dipegang payudaranya sama dipegang alat kelaminnya,” sambungnya.
Karena sudah tak tahan dengan perlakuan terdakwa, korban akhirnya ke rumah tetangga untuk menceritakan kejadian tersebut. “Tetangganya mi itu yang suruh melapor ke orang tuanya dan akhirnya terungkap,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Makassar, Asrini As’ad mengatakan, upaya kasasi tersebut dilakukan karena JPU menilai sudah lebih dari dua alat bukti dalam perkara tersebut.
Dia menceritakan, ada bukti visum, bukti psikologi serta ada pendampingan juga dari lembaga perlindungan saksi dan korban. “Makanya mungkin hasil dari ini itulah pertimbangan kami, karena ada LPSK, ada Bukti visum dan bukti psikologi. Itulah kami beranggapan bahwa sudah cukup lebih dua bukti,” tandasnya.
Terpisah, ibu kandung korban, Iramaya (33) mengaku syok mendengar putusan majelis hakim yang memvonis terdakwa dengan putusan lepas. “Saya (sebagai ibu korban) tidak terima. Bisa-bisanya pelecehan, persetubuhan dibebaskan. Tidak ada yang seperti itu,” kata Iramaya.
Olehnya, dia berharap dengan JPU yang melakukan upaya kasasi bisa perkara tersebut. “Tidak ada orang tua yang mau anaknya dikasi begitu. Anaknya saja orang dikasih begitu (cabuli). Dibawah umur malah,” kuncinya. (maj/*)