English English Indonesian Indonesian
oleh

Peran Dunia Usaha Jaga Stabilitas Sistem Keuangan Sulsel (Bagian 2)

Oleh: Marsuki
(Guru Besar FEB Unhas dan Komisaris Independen BSSB)

Salah satu pelaku ekonomi strategis selain konsumen yang menentukan arah dan perkembangan sistem keuangan yakni dunia usaha, baik korporasi maupun UMKM. Perilaku keduanya saling mempengaruhi dan menentukan.
Dalam kasus Sulsel pada triwulan I 2023, risiko yang memengaruhi perilaku kinerja dunia usaha, korporasi maupun UMKM sebagai akibat masih rentannya dari krisis kondisi perekonomian domestik dan global. Ditunjukkan, masih terjadi kontraksi Purchasing Managers’ Index (PMI) dari negara mitra dagang utama seiring risiko inflasi yang meningkat, utamanya Amerika Serikat, Jepang, dan Tiongkok. Implikasinya, kinerja ekonomi dan bisnis Sulsel melambat, khususnya ekspor.
Walaupun kinerja dunia usaha industri pengolahan melambat, namun kebutuhan terhadap bahan baku impor tetap meningkat, tercermin dengan meningkatnya porsi impor bahan baku terhadap total impor. Peningkatan impor bahan baku tersebut dimungkinkan sebab meningkatnya permintaan produk olahan untuk persiapan sambut Ramadan.
Sesuai temuan BI Sulsel, biaya bahan baku sektor industri masih menjadi komponen terbesar dalam biaya berusaha, 57,50% dan cendrung meningkat seiring kenaikan porsi biaya energi, 16,51%. Meskipun biaya tenaga kerja meningkat, namun pangsa biayanya menurun, 32,76%. Jumlah tenaga kerjanya cenderung stabil oleh karena pelaku usaha menjaga jumlah tenaga kerjanya disesuaikan dengan kebutuhan. Kenaikan jumlah tenaga kerja terbesar terjadi pada subsektor perikanan mencapai 15%. Sejalan peningkatan kebutuhan mendorong produksi di sektor pertanian untuk pemenuhan kebutuhan pangan di bulan Ramadhan.
Walaupun dalam kondisi sedikit sulit, sesuai data pada otoritas keuangan, DPK dunia usaha, korporasi khususnya tetap meningkat terutama pada komponen Tabungan, 214,29% dan deposito berjangka, 35,79% (yoy). Tetapi komponen giro mengalami kontraksi, 40,85% (yoy).
Selanjutnya, kinerja penyaluran kredit pada dunia usaha korporasi mengalami peningkatan, 12,83% (yoy). Dikontribusi peningkatan kredit investasi, 27,11% (yoy), sedangkan kredit modal kerja melambat, 3,75% (yoy). Tingkat risiko kredit macet, NPL terjaga stabil bahkan cendrung melambat di bawah threshold 5%.
Berdasarkan lapangan usaha, LU (tradable sector), kredit sektor pertambangan mengalami penurunan drastis, 186,67% (yoy) padahal sebelumnya sempat tumbuh tinggi, 94,42% (yoy). Disebakan selesainya pekerjaan maintenance salah satu korporasi pertambangan di Sulsel. Demikian pula pertumbuhan kredit pertanian kembali melambat menjadi 20,94% (yoy), padahal sebelumnya tumbuh diatas 30% secara konsisten selama enam triwulan terakhir. Demikian juga, kredit industri pengolahan terkontraksi lebih dalam, 19,33% (yoy). Namun ada perbedaan dari sisi kredit LU atau sektor non tradable, ada yang tumbuh meningkat, diantaranya kredit sektor pengangkutan, tumbuh sebesar 15,15% (yoy). Tetapi ada juga yang terkontraksi, kredit konstruksi dan perdagangan, masing-masing hanya sebesar 18,48% (yoy) dan 3,55% (yoy).
Selanjutnya, terkait dengan peran dunia usaha sektor UMKM dalam hubungannya dengan stabilitas system keuangan, terkait dengan perannya dalam perekonomian sebagai salah satu tulang punggung utama perekonomian daerah, yang bertindak sebagai sektor yang memanfaatkan sumber pembiayaan dari system keuangan, perbankan khususnya berupa kredit. Hal ini perlu terus dipacu agar pelaku UMKM dapat terus meningkatkan usahanya secara berkelanjutan.
Sesuai data BI dan OJK pada triwulan I-2023, kinerja intermediasi perbankan menyalurkan kredit UMKM melambat, melanjutkan tren tiga triwulan sebelumnya. Kredit kepada sektor UMKM hanya tumbuh 6,66% (yoy), baik kedit modal kerja, 7.57% (yoy) maupun investasi, 3,82% (yoy). Dari sisi segmentasi, kredit mikro merupakan satu-satunya kredit UMKM yang tumbuh, 39,93% (yoy). Sedangkan, kredit sektor kecil dan menengah mengalami kontraksi, masing-masing sebesar 15,68% (yoy) dan 14,73% (yoy).
Risiko kredit macet, NPL kredit UMKM terjaga dibawah threshold, 3,32% walaupun periode sebelumnya hampir mencapai 5 persen. Ini dimungkinkan karena berbagai dukungan stimulus keuangan yang diberikan otoritas guna mendorong UMKM menjadi sector resilient saat pandemi COVID-19.
Kredit UMKM diterget terus meningkat dalam porsi maupun pertumbuhannya dengan cara melakukan sinergi kebijakan dan aksi antara BI dengan berbagai stakeholder terutama OJK, pemerintah daerah dan pelaku usaha. Direncanakan tahun 2024, penyaluran kredit sektor UMKM mencapai 30%. Syukur di Sulsel, peran sector perbankan melampaui target, sebab sudah menyalurkan kredit sektor UMKM 35,47% dari portofolio kreditnya.
Berbagai strategi diterapkan otoritas sistem moneter dan keuangan guna mendorong akses keuangan UMKM. KPw BI Sulsel. melakukan berbagai kegiatan, seperti pelatihan, pembinaan, dan pendampingan serta business matching melalui program REWAKO, dan SiAPIK kepada pelaku UMKM dan klaster binaan. Selain itu implementasi QRIS dalam transaksi pembayaran ke UMKM melalui kolaborasi pentahelix antara pelaku mendukung UMKM go-digital. OJK dan Pemda, diantaranya melakukan program TPKAD, melibatkan para pemangku kepentingan pengusaha, dengan tujuan utama memberdayaka UMKM mengoptimalkan potensi ekonomi masing-masing daerah sesuai sector unggulannya secara terencana dan terkoordinasi.
Terakhir, peran dunia usaha, baik korporasi maupun pelaku UMKM disadari mempunyai andil besar dan penting dalam menciptakan stabilitas sistem keuangan di Sulsel. Melalui perannya sebagai pelaku ekonomi penting selain konsumen dengan memanfaatkan berbagai jasa agen intermediasi system keuangan secara optimal sehingga dapat memberi manfaat bagi para pelaku usaha, konsumen, pemerintah, dan system keuangan sendiri. (*)

News Feed