TEKNOLOGI berkembang, transportasi berubah. Ada pula yang tetap bertahan dengan model lama.
Tukang becak, salah satunya. Profesi ini cukup melelahkan. Bagaimana tidak, untuk mengantarkan penumpang ke tujuan, tukang becak harus mengayuh sepeda becak itu sambil menanggung beban penumpang yang duduk di kursi depan.
Hal ini pula yang dirasakan oleh Daeng Tamma. Dia salah seorang tukang becak di Kota Makassar yang hingga kini masih menggeluti profesi tersebut untuk sekadar memenuhi kebutuhan sehari-hari
Pria paruh baya yang kerap disapa Daeng Tamma ini kelahiran 1953 di salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan, yaitu Jeneponto. Ia bekerja sebagai nelayan ikan hingga umurnya 30 tahun, kemudian berpindah dari Jeneponto ke kota Makassar.
Keputusan untuk merantau dari tempat kelahiran bukanlah hal yang mudah. Daeng Tamma membawa kedua orang anak dan istrinya untuk mengikutinya bermigrasi dari Jeneponto ke Makassar.
Bekerja sebagai tukang becak merupakan keinginan Daeng Tamma. Selain itu untuk melanjutkan profesi orang tuanya, menjadi tukang becak merupakan hal yang menyenangkan baginya.
“Mengayuh becak setiap hari menurut saya seperti sedang berolahraga, dapat menjaga kesehatan dan melancarkan peredaran darah,” ujarnya, awal Mei lalu.
Walaupun demikian, terkadang kala mengayuh terlalu lama dan jauh, ia akan kelelahan. “Jika terlalu lama mengayuh sepeda, badan saya bisa sakit-sakit” sambungnya.
Pekerjaan ini sudah digeluti kurang lebih 30 tahun dan hasil jerih payah ini didedikasikan untuk kedua anaknya yang hingga sekarang sudah menyelesaikan pendidikan dan memiliki rumah tangga yang harmonis.