English English Indonesian Indonesian
oleh

Pakar: Penculikan Itu Kasus Besar, Tidak Tepat Pakai Restorative Justice

MAKASSAR, FAJAR — Penghentian kasus lantaran pelaku dan korban berdamai bisa saja ditempuh. Namun, kurang tepat untuk kasus besar.

Kasus penculikan driver ojek online (ojol), Arman, yang sebelum diculik dan dibuang di hutan Gorontalo, juga disekap, merupakan tindak pidana berat. Pelakunya tujuh orang.

Dengan berakhir pada perdamaian atau restorative justice, hal ini menuai tanggapan pakar hukum pidana. Apalagi, proses perdamaian itu terkesan tertutup, termasuk Kejari Makassar tak mendapat informasi.

Pakar Hukum Pidana Unhas Prof Slamet Sampurno Soewondo menjelaskan restorative justice dikenal dalam UU No 11 /2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Dengan syarat ancaman hukuman tidak di atas lima tahun.

Juga bukan merupakan perbuatan tindak pidana berulang, serta melibatkan seluruh anggota keluarga korban dan menemui kesepakatan yang disepakati antara pelaku dan korban.

Meski begitu, Slamet yang juga merupakan guru besar Fakultas Hukum Unhas tak menampik dalam penerapannya, upaya perdamaian dalam kasus ini mungkin saja terjadi.

“Dalam kasus ini, jalan yang ditempuh asal, meski tidak melanggar syarat dalam UU Sistem Peradilan Anak, karena untuk orang dewasa itu belum ada syarat,” jelas Slamet, Kamis, 17 Februari.

Dalam proses perkara pidana, penggunaan jalur perdamaian sering terjadi pada tindak pidana tertentu. Meski begitu, proses hukumnya tetap berjalan. Nanti pengadilan yang memutuskan kasus berhenti dengan alasan karena perdamaian kedua belah pihak.

“Bisa saja, dia melakukan perdamaian, proses selanjutnya pengadilan yang menentukan apakah dia bersalah atau tidak, dengan dasar pertimbangan perdamaian tadi,” jelasnya.

News Feed