English English Indonesian Indonesian
oleh

Hakim Tolak Praperadilan Kakek 84 Tahun

Selanjutnya, Johannes lalu menjual tanah itu kepada Tauphan Nur Ansar yang pada akhirnya melaporkan dirinya ke kepolisian.

“Tanah itu telah kami garap telah lebih dari 20 tahun dan sekarang kami dipaksa untuk tinggalkan, Sampai harus mendatangkan ratusan polisi bersenjata lengkap untuk mengusir kami,” terangnya.

“Saya masyarakat kecil yang tiba-tiba dijadikan tersangka dan hak-hak kami akan diambil alih oleh orang lain. Jangan hanya kerena kami ini masyarakat kecil, sehingga kami bisa diperlakukan seenaknya,” lirih Kakek Gaddong.

Istri Kakek Gaddong, Sumarni, yang turut hadir mengaku putusan praperadilan kedua ini merupakan bentuk kezaliman. Tidak seharusnya hakim menolak gugatan praperadilan ini mengingat gugatan serupa saat kali pertama Kakek Gaddong dijadikan tersangka, dikabulkan hakim. Toh, tidak ada bukti baru dari pelapor dalam persidangan.

“Tidak ada tambahan saksi, tidak ada bukti yang menyatakan surat itu palsu. Sedangkan saya punya lokasi yang sebenarnya diserobot, tetapi malah kami yang dituduh menyerobot,” sesalnya.

Kuasa Hukum Kakek Gaddong, Andi Jaswadi, mengatakan, kliennya menghormati proses hukum yang berjalan. Pihaknya enggan membahas substansi perkara itu lantaran gugatan praperadilan sudah diputuskan. Intinya, pihaknya telah menyampaikam seluruh fakta dan bukti yang dimiliki.

“Kami sebagai kuasa hukum sudah memberi argumentasi yang cukup. Ternyata putusan berbeda pendapat,” ungkap dia.

Adapun penolakan gugatan praperadilan Kakek Gaddong disebutnya karena hakim berpendapat tidak berwenang mengenai pokok perkara. “Semua fakta-fakta yang diajukan dari kita dianggap pengadilan bahwa itu mengenai materi perkara, yang harus dinilai dalam pokok perkara,” pungkasnya. (edo/yuk)

News Feed